Foto : (Kumparan.com)

Pernah mendengar nama film ini? Jika kamu belum tahu, Turah merupakan film keluaran tahun 2016 yang berbahasa ngapak khas Tegal, berlatarkan kehidupan sebuah kampung di Kota Tegal, dan pemainnya pun seluruhnya merupakan orang Tegal. Film unik ini pernah menjadi perwakilan Indonesia kategori film berbahasa asing terbaik dalam Oscar 2018. Namun sayangnya, film ini gagal lanjut menjadi nomine di ajang penghargaan perfilman terbesar itu.

Disutradari sendiri oleh putra Tegal, Wicaksono Wisnu Legowo, film berdurasi 83 menit ini awalnya mendapat respon kurang baik dari masyarakat. Pasalnya, sutradara menyebutkan jika minat masyarakat terhadap film ini cukup rendah, bahkan hanya mendapat total 16 layar di seluruh Indonesia dengan umur penayangan hanya sekitar dua minggu saja.

Berbanding terbalik dengan kenyataan film ini yang tidak laku, di ajang penghargaan justru film Turah mendapat apresiasi yang cukup tinggi. Film Turah berhasil menyabet penghargaan dalam tiga kategori pada Jogja-Netpac Asian Film Festival. Film ini juga pernah diputar untuk kategori Asian Feature Film Special Mention dalam Singapore International Film Festival. Apresiasi masyarakat pun membaik karena pencapaian film tersebut. Fakta lain, film ini hanya memakan biaya produksi sekitar Rp 500 juta dalam pembuatannya. Biaya tersebut tergolong cukup murah untuk bisa masuk daftar penayangan di bioskop.

Alurnya yang sederhana, berkisah tentang kehidupan masyarakat di Kampung Tirang yang miskin dan tertinggal. Diceritakan warga kampung itu tinggal dan diberi pekerjaan oleh tuan tanah yang bernama Juragan Darsono. Kehidupan di sana serba sulit, bahkan listrik pun mengandalkan tenaga diesel yang hanya akan dihidupkan menjelang malam. Air bersih juga sulit didapat. Kampung tersebut seolah-olah bergantung pada Juragan Darsono.

Dalam film ini, Turah yang merupakan tokoh utama, dipercaya Juragan Darsono sebagai jembatan antara dirinya dengan kampung itu (ibarat dengan kepala kampung). Konflik film berkisar pada kedengkian seorang warga yang bernama Jadag terhadap Juragan Darsono dan tangan kanannya, Pakel. Kedengkian tersebut memuncak hingga akhirnya menyebabkan permasalahan bagi dirinya dan warga kampung. Film berakhir pada klimaks cerita. Meski pada akhirnya, ada sedikit anti-klimaks yang diselipkan di menit-menit terakhir.

            Film Turah hanya sebagian kecil dari film daerah yang sukses. Sebelumnya ada film Laskar Pelangi yang mengangkat keindahan Bangka Belitung. Short movie “Tilik” yang sekarang sedang booming juga merupakan film yang menjunjung kebudayaan daerah Yogyakarta. Jadi untuk kalian yang tidak terlalu suka mempelajari budaya daerah dari buku, kalian bisa mempelajarinya lewat film daerah seperti di atas. Ingat, jangan melihat sebelah mata film-film yang menjunjung budaya daerah yaa!

Sumber: suaramerdeka.com

Kontributor Diah Ramadhanti Safitri Universitas Diponegoro Program Internship Generasi Pesona Indonesia Nasional Kelompok 11 Ekonomi Kreatif.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here