Pasambahan (Foto: Backpaker Jakarta)

Selayang Pandang

Karya sastra tidak bisa terlepas dari kebudayaan yang ada di Indonesia, walau tidak seterkenal kebudayaan lainnya seperti pakaian, rumah adat, tarian, dan sejenisnya. Pada zaman dahulu kala, masyarakat adat Indonesia seringkali memakai berbagai macam jenis sastra sebagai salah satu pengungkapan rasa bersyukur. Adapun sastra juga seringkali dimasukkan ke salah satu rangkaian upacara adat suku masing-masing.

Salah satu karya sastra tradisional dari Indonesia adalah Pasambahan, yang merupakan sastra lisan dari Minang. Semenjak zaman dahulu kala, masyarakat asli Minang memakai Pasambahan sebagai salah satu rangkaian di upacara perkawinan, kematian, atau upacara khas lainnya. Pasambahan ini bentuknya mirip dengan puisi, dengan kata-kata yang memang terkesan puitis.

Adapun kesan puitis dalam Pasambahan juga dapat kita temukan lewat susunan kalimat yang ada. Pasambahan sendiri memiliki banyak bentuk, dan tidak terpaku ke salah satu bentuk saja. Pasambahan dapat berbentuk pepatah, pantun, kiasan, petitih, talibun, ungkapan, cerita, dan bentuk-bentuk sastra lisan lainnya.

Asal-Usul

Kata Pasambahan sendiri diambil dari kata “sambah” atau “sembah” yang berarti pemberian rasa hormat atau menunjukan suasana khidmat, atau juga bisa memuliakan orang. Dalam praktiknya, Pasambahan akan dilakukan oleh dua pihak, yaitu tuan rumah atau si pangka, dan tamu atau si alek. Nantinya, kedua pihak ini akan diwakili oleh juru bicara masing-masing yang selanjutnya akan disebut juru sambah.

Juru sambah harus bisa menghafal seluruh dialog yang digunakan dalam Pasambahan dalam bentuk apapun (pantun, ungkapan, petiith, dan lain-lain). Selain menghafal, juru sambah harus bisa memberikan intonasi yang bisa membawakan nuansa khidmat dan mewah.

Kegunaan

Pasambahan digunakan dalam berbagai macam upacara adat. Upacara adat itu seperti peresmian pengangkatan penghulu, perkawinan, kematian, pembangunan bangunan, dan lahiran. Pasambahan memang biasa digunakan untuk upacara adat yang dinilai penting bagi masyarakat adat Minang.

Pasambahan sendiri terdiri dari beberapa bagian/babak. Salah satu contoh isi dari Pasambahan adalah Pidato Pasambahan Janang (bagian 1), Pasambahan Makan (bagian 2 dan 3), Pasambahan Ka Makan (bagian 4), Alur Makan Minum (bagian 5), Sambah Ka Makan (bagian 6), dan Pasambahan Untuak Ka Makan (Bagian 7). Bisa dikatakan Pasambahan juga berbentuk seperti drama teater yang memiliki beberapa babak didalamnya.

Nilai

Pasambahan memiliki 4 nilai utama yang terkandung di dalamnya. Nilai pertama adalah kerendahan hati dimana Juru sambah nantinya akan menyambut seluruh tamu dengan gelarnya masing-masing. Nilai kedua adalah musyawarah dimana seluruh hal yang dilakukan di upacara Pasambahan telah dirundingkan bersama sebelumnya, dan nantinya Juru sambah akan mengatakan “lah saizin kato jo mupakaik” yang menandakan segalanya telah dirundingkan.

Nilai ketiga adalah ketelitian dimana Juru sambah pendatang dan yang menjadi tuan rumah harus selalu teliti mendengarkan apa yang disampaikan oleh kedua belah pihak Juru sambah. Dan nilai terakhir adalah ketaatan, dimana sebelum menjalankan Pasambahan akan dipastikan apakah nilai-nilai adat sudah sesuai dengan apa yang akan dilakukan di upacara Pasambahan.

Penulis: Anggean Reynady, Universitas Brawijaya, Peserta Magang GenPInas

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here