Perayaan Cap Go Meh (Foto: uzone.id)

Pasti kamu sudah tidak asing dengan perayaan Cap Go Meh. Cap Go Meh merupakan perayaan untuk menutup rangkaian perayaan tahun baru imlek. Perayaan ini juga dikenal dengan Festival Lentera atau Festival Musim Semi.

Istilah Cap Go Meh diambil dari aksen Hokkian yang berarti lima belas malam setelah imlek. Istilah ini hanya ada di Indonesia. Sedangkan di wilayah lain, perayaan ini memiliki julukan yang berbeda-beda.

Berbeda dengan imlek yang dirayakan dengan sembahyang ke kelenteng, Cap Go Meh dirayakan seperti pesta rakyat. Masyarakat akan memasang lampion, berbagi kue keranjang kepada warga lain, serta mengadakan tarian barongsai.

Tradisi memasang lampion diiringi dengan memanjatkan doa agar selalu diberkahi dengan keberuntungan. Di dalam lampion akan dipasang sebuah teka-teki di atas secarik kertas. Bagi yang berhasil menebaknya maka akan mendapatkan hadiah.

Kebudayaan ini telah berakulturasi dengan kebudayaan di Indonesia. Bahkan, kata ‘Barongsai’ berasal dari ‘barong’ yang merupakan bahasa Jawa dan ‘say’ dari aksen Hokkien. Tarian Barongsai menjadi simbol kebahagiaan serta kesejahteraan menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa.

Proses adaptasi tersebut juga menyesuaikan di mana perayaan Cap Go Meh diadakan. Perbedaan ini hanya menyesuaikan adat dan kultur daerah, meskipun memiliki esensi yang sama.

Cap Go Meh di Berbagai Daerah

Perayaan Cap Go Meh di Salatiga diadakan cukup meriah. Cap Go Meh dirayakan dengan melakukan ritual Kirab Budaya Ruwat Bumi dengan membawa tandu berupa patung Dewa. Di Salatiga, perayaan ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Tionghoa, melainkan juga masyarakat dari berbagai latar belakang.

Arak-arakan pada saat Cap Go Meh juga diadakan di Padang. Perbedaannya, tandu yang dibawa memanjang seperti kelabang dengan anak-anak duduk di atasnya. Anak-anak ini mengenakan pakaian dari berbagai daerah di Indonesia.

Lalu yang terakhir adalah Singkawang. Banyak yang beranggapan Singkawang merupakan pusat perayaan Cap Go Meh di Indonesia. Hal ini disebabkan betapa meriahnya perayaan Cap Go Meh di Singkawang. Salah satu ciri khasnya adalah kehadiran Tatung.

Atraksi Seorang Tatung di Singkawang (sumber: travelpixelz.com)

Tatung dipercaya oleh masyarakat Singkawang sebagai manusia pilihan dewa. Mereka dipercaya dapat membantu manusia dalam mencapai kedamaian bahkan memberi pengobatan. Masyarakat menganggap bahwa tradisi tatung hanya ada di Indonesia.

Sejarah Cap Go Meh

Cap Go Meh di Tahun 1880-an pada masa Hindia Belanda (sumber: id.wikipedia.org)

Cap Go Meh dirayakan untuk memberi penghormatan kepada dewa tertinggi Dinasti Han, yakni Dewa Thai-Yi. Perayaan ini muncul ketika para biksu Buddha menyalakan lampion pada hari kelima belas setelah tahun baru imlek. Hal ini dilakukan untuk menghormati Sang Buddha.

Ritual ini lalu tetap diadakan oleh masyarakat dan menyebar ke China dan bagian lain di Asia. Tentunya dengan melakukan akulturasi di negara masing-masing.

Ada legenda lain yang menjadi awal dari festival ini. Alkisah, Kaisar Giok (Kaisar Langit) marah terhadap masyarakat di suatu kota sebab telah membunuh angsa miliknya.

Lalu Kaisar berencana untuk memusnahkan kota tersebut dengan membakarnya. Namun, rencana itu digagalkan oleh peri yang menghimbau masyarakat untuk menyalakan lentera. Kaisar yang melihat cahaya lentera berpikir bahwa kota tersebut telah musnah terbakar sebelum ia melakukan rencananya.

Sejak saat itu, kota tersebut terhindar dari rencana Kaisar Giok. Sebagai ungkapan rasa syukur, masyarakat selalu memperingati lima belas hari setelah Imlek dengan memasang lentera warna-warni.

Penulis: Nabila Cahya Pramita, Universitas Diponegoro, Peserta Magang GenPinas 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here