Yogyakarta – Datang ke Jogja tak lengkap rasanya jika tidak datang ke situs peninggalan kerajaan kuno yang pernah eksis di tanah Jogja. Tak ada salahnya berekreasi sambil mengenal sejarah kota yang dijuluki City of Philosophy ini. Banyak sudut di tanah Jogja yang tidak asal diletakkan / dibangun, tetapi dilandasi filosofi – filosofi yang dipercayai para leluhur.

Sobat Genpi, sebelum berdirinya Keraton Yogyakarta sudah terlebih dahulu berdiri Kerajaan Mentaram / Mataram. Diperkirakan letak kerajaan itu di kawasan Kutho Gedhe. Komplek peninggalan sejarah yang cukup besar di kawasan Kutho Gedhe adalah Makam Raja-Raja Mataram yang lokasinya berdampingan dengan Masjid Besar Mataram. Alasan dua bangunan tersebut bersebelahan adalah sebagai pengingat pentingnya menjaga hubungan dengan Sang Pencipta, ungkap abdi dalem makam KRT Hastaganegara.

Makam Raja Mataram selain di Kutho Gedhe, ada juga yang di Imogiri. Keduanya dibawah kekuasaan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pintu penghubung antar bagian di komplek makam adalah gapura dan pintu masuk ke lahan makam disebut Gapura Panduraksa. Selama berada di kompleks makam dan masjib Mataram yang termasuk kerajaan Islam, sobat Genpi bisa merasakan sentuhan corak agama Hindu dari bentuk gapura dan tembok-tembok pembatas. KRT Hastaganegara menjelaskan hal itu adalah bentuk tolenrasi agama yang ingin dijunjung oleh Raja Mataram. Di Gapura Panduraksa ada lima pohon nagasi yang menghalangi cahaya matahari ke tanah. Pohon ini ditanam sebagai lambang penutupan makam / tidak ada penambahan makam lagi.

Di tanah Makam Mataram ini terdapat total 627 makam dan 81 diantaranya terletak di bagian dalam. Apakah sobat Genpi tahu bahwa terdapat tiga tingkat makam di dalam makam Mataram. Alasan dibuatnya tingkatan adalah sebagai pembeda siapa yang dituakan dan memiliki pangkat yang lebih tinggi. Tingkatan itu adalah Tajuk, Pringgitan dan Proboyekso yang berundak makin tinggi ke dalam. Tajuk merupakan bagian makam paling dalam dan tinggi.

KRT Hastaganegara menjelaskan siapa saja yang mengisi bagian Tajuk. “Jadi ada garis pemisah dari yang disepuhkan di atas, Sultan Hadiwijaya, Pangeran Jayaprana, Nyai Ageng Nis”, tuturnya di lokasi. Kemudian tingkat kedua adalah Pringgitan dan terakhir Proboyekso. Beberapa Raja dan pejabat tinggi yang dikebumikan di komplek Makam Mataram adalah Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati, Hanyakra Wati, Sultan Agung, Amangkurat Agung, Amangkurat Amral, Amangkurat Emas, Ki Ageng Juru Mertani, Pakualaman I-IV, Hamengkubowono II, Ki Ageng Mangir IV.

Makam Raja Mataram juga berdampingan dengan kolam permandian Sendang Seliran, sumber mata air yang dibuat pada jaman kekuasaan Panembahan Senopati. Ke sebelah kanan komplek makam, Sobat Genpi akan mengarah menuju pintu masuk Sendang Seliran. Di dalamnya terdapat dua buah sendang yaitu Sendang Kakung dan Sendang Putri. Kedua nya hasil dari perluasan dan pembagian Sendang Seliran.

Sobat Genpi dapat datang ke komplek Mataram untuk melihat peninggalan dari abad ke 16 yang kondisinya masih sangat baik. Di sana ada para abdi dalem yang siap memandu dan menjelaskan lebih lengkap mengenai Makam Raja Mataram. Selain itu sobat Genpi juga dapat berziarah di hari Senin, Kamis, Jumat dan Minggu pukul 13.00 – 16.00 dan 10.00 – 13.00 WIB (khusus Jumat).

Pada waktu-waktu tersebut makam dibuka untuk umum. Sebagai penghormatan kepada leluhur, ada beberapa peraturan yang perlu ditaati. Saat hendak masuk ke makam pengunjung wajib mengenakan kemben berserta kain jarit (untuk perempuan) dan peranakan berserta kain jarit (untuk laki-laki). Busana itu tak lain adalah pakaian khas abdi dalem keraton. Harga sewa 1 set adalah 35.000 dan disediakan di kantor sekretariat makam. Peraturan lain adalah dilarang memotret selama di dalam makam dan bagi perempuan harus melepas hijab.

Yuk kita berlibur sambil belajar.

Artikel ini ditulis oleh Andrea Aurelia dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jurusan Ilmu Komunikasi, pada program Magang Genpinas 2020

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here