Daftar Isi
Selayang Pandang
Maulid Nabi diperingati oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai macam cara sesuai daerahnya masing-masing, tak terkecuali Yogyakarta. Keraton Yogyakarta tiap tahunnya memperingati Maulid Nabi melalui upacara Sekaten. Adapun perayaan ini telah ada semenjak zaman kerajaan Islam di Jawa, tepatnya pada masa kesultanan Demak.
Upacara Sekaten muncul dan berkembang di daerah Yogyakarta melalui kehidupan masyarakatnya. Upacara ini dilakukan secara tahunan pada tanggal 5 hingga 11 Rabi’ul Awal yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. Upacara ini akan ditutup pada tanggal 12 Rabi’ul Awal yang dilaksanakan dengan upacara Garebeg Mulud.
Sejarah
Pada zaman dahulu kala, upacara Sekaten sering diselenggarakan oleh kerajaan Hindu berbentuk penyerahan sesajen untuk penghormatan kepada arwah leluhur. Seiring berkembangnya zaman, upacara Sekaten digunakan untuk menyebarkan agama Islam lewat gamelan-nya.
Adapun gamelan dipilih karena memang pada saat itu gamelan sedang digemari, bahkan membuat penggunaan rebana tersingkirkan.
Penyebaran agama Islam tersebut dilakukan oleh wali sanga menggunakan gamelan, bahkan Sunan Kalijaga sampai membuat gamelan bernama Kyai Sekati. Gamelan Kyai Sekati ini digunakan untuk perayaan Maulid Nabi Muhammad S.A.W sehingga perayaan-nya akan lebih meriah.
Penggunaan gamelan Kyai Sekati ini juga akan mengundang perhatian dari orang luar daerah untuk datang berkunjung.
Penggunaan gamelan Kyai Sekati ini digunakan oleh banyak kerajaan, seperti kerajaan Demak, Pajang, Mataram, bahkan hingga Kasunanan Surakarta.
Di kerajaan Demak, gamelan Kyai Sekati digunakan pada Maulid Nabi yang bertepatan dengan Bulan Mulud atau tahun Jawa untuk melakukan dakwah.
Asal-usul nama Sekaten memiliki banyak versi, versi pertama Sekaten berasal dari kata Sekati yang merupakan nama gamelan pusaka keraton yang dibunyikan saat Maulid Nabi. Versi kedua Sekaten berasal dari gabungan kata sesek dan ati yang berarti sesak hati. Versi ketiga, Sekaten berasal dari gabungan kata suka dan ati yang berarti senang hati.
Rangkaian Upacara
Pada tanggal 5-11 bulan Mulud, pertama-tama gamelan sekaten milik keraton Yogyakarta akan dibunyikan dari pukul 16:00 hingga 23:00 yang juga menandakan upacara sekaten akan dimulai. Selanjutnya, gamelan akan dipindahkan ke halaman Masjid Besar pada pukul 23:00 dan akan dibunyikan lagi tiap siang dan malang di hari-hari berikutnya kecuali pada waktu Solat dan Jumat-an.
Selanjutnya pada tanggal 11 Rabi-ul Sri Sultan dengan rombongannya pergi ke serambi Masjid Besar dan mendengarkan riwayat kelahiran Nabi Muhammad S.A.W, dan diakhiri dengan dikembalikannya gamelan ke keraton pukul 23:00 di hari yang sama.
Simbol dan Artinya
Dalam upacara Sekaten, ada beberapa rangkaian yang memiliki arti, seperti ketika gamelan pertama kali dibunyikan, akan dilaksanakan upacara udhik-udhik dimana Sri Sultan akan menyebarkan uang logam yang menggambarkan anugrah berupa harta muncul.
Lalu ada Gunturmadu, yang merupakan nama perangkat gamelan pusaka keraton yang melambangkan turunnya Wahyu. Ada juga Ngajatun yang merupakan gending Sekaten yang menandakan kemauan hati yang kuat untuk masuk Islam.
Ada juga upacara Numplak Wajik yang menggambarkan permulaan pembuatan gunungan secara resmi.Lalu pada tanggal 1-8 dan 10 Bulan Mulud, akan dilaksanakan gladhi resik untuk mempersiapkan upacara puncak Sekaten.
Tahap terakhir terdapat upacara Garebeg Mulud melambangkan kesuburan dan kemakmuran pangeran.
Penulis: Anggean Reynady, Universitas Brawijaya, Peserta Magang GenPInas 2021