Tanjidor-prepona.info_
Pertunjukan Tanjidor yang selalu meriah dan semarak dengan berbagai bunyiian dan warna. (Foto: prepona.info_)

Nusantara sudah lama dikenal akan keragaman suku bangsa dan budaya serta kekayaan alamnya. Salah satu suku bangsa asli Indonesia adalah suku Betawi, yang mayoritas mendiami wilayah DKI Jakarta. Orang Betawi lahir dari perpaduan berbagai etnis masyarakat yang dahulu hidup di Jakarta, atau kala itu bernama Batavia.

Hal inilah yang membuat banyak unsur dalam budaya Betawi merupakan hasil akulturasi dengan budaya etnis bahkan bangsa dari benua lain. Salah satu bentuk akulturasi budaya dalam kebudayaan Betawi adalah Tanjidor.

Tanjidor dengan segala kemeriahan yang terbawa ketika dipertunjukkan merupakan salah satu seni musik khas Ibu Kota. Alat musik yang mendominasi adalah alat musik tiup seperti terompet, klarinet, piston dan trombone. Selain alat musik tiup, terdapat drum, side drums, dan simbal yang memeriahkan.

Baca juga:
* Sejarah Ondel-Ondel, Kesenian Tradisional Betawi

Pertunjukan Tanjidor umumnya dimainkan oleh 7 – 10 orang dengan membawakan lagu-lagu berlaras pelog atau slendro atau repertoire berlaras diatonik. Pada awal abad ke-18 hingga kini, Tanjidor dimainkan pada acara-acara perkawinan untuk mengiringi perhelatan.

Seni musik Betawi ini mendapat berbagai versi mengenai asal terbentuknya. Beberapa menyebutkan Tanjidor berlatar belakang dari zaman Belanda, dimana biasanya dimainkan oleh para budak untuk tuannya.

Ada juga yang menyebutkan kata Tanjidor sendiri berasal dari bahasa Portugis tangedor yang berarti alat-alat musik berdawai.

Bagaimanapun versinya, Tanjidor memang mendapat pengaruh kuat dari musik Eropa terlihat dari alat-alat musiknya. Keluwesan dalam beradaptasi membuat orkes ini dapat terus bertahan hingga masa modern ini.

Menakjubkan bagaimana kini Tanjidor ditampilkan selain untuk mengarak pengantin juga untuk menyambut tamu-tamu agung. Padahal dulunya hanyalahmerupakan pertunjukkan dari para budak.

Tuan tanah Batavia kala itu (Sekitar abad ke-19), yakni Mayor Jantje, dengan ratusan budak miliknya juga memiliki budak dengan keahlian memainkan alat musik. Beberapa budak dengan keahlian bermain alat musik ini bertugas menghibur Mayor Jantje saat pesta dan jamuan makan dengan memutari meja makan para tamu sambil bermain musik.

Ketika sang tuan tanah meninggal, budak-budak musisi yang tergabung dalam Korps Musik Papang atau Het Muziek Corps der Papangers tersebut dilelang beserta dengan instrumen mereka. Kemudian setelah perbudakan dihapuskan, para budak merdeka tersebut membentuk perkumpulan musik.

Perkumpulan musik itu kemudian masyhur dengan nama sebagaimana kita kenal sekarang, Tanjidor. Perkumpulan musik ini biasa memainkan lagu-lagu Eropa pada masa-masa awal pertunjukan, namun perlahan lagu-lagu Betawi, Melayu dan lagu khas Nusantara lainnya mulai dimainkan.

(Sumber : http://suaranada.files.wordpress.com/)

Lagu-lagu seperti Kramton, Bananas, Jali-jali, Kicir-kicir, Delsi, hingga salah satu yang paling terkenal adalah Warung Pojok umum dibawakan saat pertunjukan Tanjidor. Pertunjukan musik ini sangat akrab dengan Cap Go Meh sebagai perayaan etnis Tionghoa, perayaan hari-hari besar umat Islam, hingga perayaan Hari Sedekah Bumi masyarakat Petani di Cirebon.

Kelompok pemusik yang memainkan Tanjidor umumnya bekerja sebagai Petani, sehingga fokus utama mereka adalah pada hasil panen. Barulah ketika musim panen selesai alat-alat musik Tanjidor kembali menjadi fokus mereka. Pada masa-masa awalnya, para petani ini akan menggantungkan alat-alat musik mereka begitu saja tanpa alat pelindung.

Demikianlah penemuan alat-alat musik Tanjidor kuno umumnya sudah cukup usang, terkena proses oksidasi, dan kebanyakan sudah bertambalan pateri dan kuning. Perlu kita ketahui juga, gemuruh permainan Tanjidor jaman dulu tidak sama sekali menggunakan not balok atau not angka. Namun alunan dua macam tangga nada yang berlawanan dari alat musik tiup dan alat musik perkusi tetap bisa diterima secara aural oleh masyarakat kala itu.

Meski awalnya dimainkan oleh orang-orang dari luar Jakarta, namun dengan regenerasi serta berkembangnya pemahaman anak-anak muda zaman sekarang akan notasi, perbendaharaan lagu serta alat-alat musik diharapkan dapat terus melestarikan warisan leluhur ini.

Pergeseran fungsi dari Tanjidor dari awalnya pertunjukan para budak, perhelatan keagamaan dan atau pernikahan, hingga sekarang sekadar musik hiburan rakyat tidak mengubah nilai yang dikandung oleh Tanjidor itu sendiri. Bentuk akulturasi budaya Eropa dengan Nusantara ini masih merupakan unsur kebudayaan Betawi yang harus kita para anak muda penerus bangsa lestarikan.

Seakan menambah kekhasan Betawi-nya, Tanjidor juga umum diiringi dengan penampilan Ondel-ondel. Sebagai maskot khas suku Betawi, pertunjukan Ondel-ondel diiringi dengan orkes Tanjidor membawa kemeriahan bagi para penontonnya. Keduanya seolah memanifestasikan sifat polos dan jenaka ciri khas masyarakat Betawi.

Namun dewasa ini, seperti yang telah disebutkan minat masyarakat luas akan Tanjidor mengalami penurunan akibat lahirnya aliran musik modern. Padahal, Tanjidor sendiri mengandung banyak nilai sejarah tanah air tak lupa juga nilai-nilai estetika dan sosial budaya.

Video Youtube : Pertunjukan Tanjidor diiringi Ondel-Ondel

Budaya memiliki pengaruh dan manfaat luas dalam sejarah perkembangan identitas kita sebagai bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, kesenian Tanjidor ini harus selalu kita lestarikan. Sebagai bagian dari budaya etnis asli suku Jakarta, yakni suku Betawi, Tanjidor harus dipahami oleh masyarakatnya sendiri.

Tanjidor merupakan sarana mencari nafkah bagi para pemusiknya serta sarana pemenuhan kepuasan batin dan penghiburan bagi masyarakat yang menontonnya.

Baca juga:
* Gambang Kromong, Wujud Akulturasi dan Upaya Mempertahankan Kesenian Betawi

Yuk guys, kita jaga dan lestarikan sebaik-baiknya orkes kesenian khas rakyat Betawi sekaligus warisan budaya luhur yang berusia ratusan tahun ini. Masih suka melihat Tanjidor?

(Richmond Faithful, Universitas Terbuka, Peserta Magang GenPinas 2021)

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here