Sobat GenPi, siapa diantara kalian yang sekarang sedang kasmaran atau dimabuk cinta ?. Dua insan yang saling mencintai satu sama lain sebelum berlanjut ke tahap menikah umumnya akan dilakukan lamaran terlebih dahulu. Bahasa gaul sekarang menyebut kasmaran sebagai bucin alias budak cinta.

Pernikahan sebagai ibadah terpanjang yang dapat mendatangkan keberkahan dan pahala bagi kedua mempelai, dimulai dengan lamaran. Biasanya seorang pria akan mengajukan lamaran kepada kekasih hatinya. Prosesi lamaran ini berbeda-beda tergantung suku dan budaya kedua mempelai.

Salah satu prosesi lamaran di Provinsi Riau (Foto: ranahriau.com)

Salah satu prosesi lamaran yang paling unik berasal dari Provinsi Riau di Sumatera Barat. Prosesi lamaran ini disebut Manjopuik Limau. Yuk Sobat GenPi kita pelajari tradisi ini.

Apa sih Tradisi Manjopuik Limau itu ?

Tepatnya berasal dari Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, tradisi ini telah berlangsung sejak dahulu kala. Dahulu kala, Manjopuik Limau merupakan ajang pencarian jodoh bagi para muda-mudi. Tradisi masyarakat Kenegerian Lubuk Jambi ini pada dasarnya digunakan untuk lamaran.

Meski sekarang maknanya sudah sedikit bergeser, Manjopuik Limau ini pada awalnya digunakan sebagai tradisi bertandang seorang pemuda untuk melamar seorang gadis. Lamaran ini dilangsungkan dengan menggunakan Perahu Baganduang. Pelaksanaan Manjopuik Limau sangat kental dengan nilai-nilai tradisi masyarakat setempat.

Perahu Baganduang

Perahu Baganduang (Foto: lamriau.id)

Dalam Manjopuik Limau seorang pemuda akan dikedepankan sebagai calon pengantin dari sebuah kelompok. Kemudian pemuda tersebut akan bertandang ke rumah seorang gadis yang akan dilamar menggunakan Perahu Baganduang. Konon tradisi ini telah berlangsung sejak masa kerajaan kuno.

Perahu Baganduang ini digunakan oleh para raja-raja sebagai sarana transportasi. Kemudian seiring perkembangan zaman, Perahu Baganduang digunakan untuk mengantar air jeruk (Limau) oleh menantu kepada mertuanya. Inilah yang menjadi cikal bakal prosesi lamaran menggunakan Perahu Baganduang.

Sobat GenPi, ternyata Perahu Baganduang ini dibuat hanya dalam kurun waktu seminggu loh. Proses pembuatan Perahu Baganduang ini dikerjakan berkelompok secara bergotong-royong. Pengerjaannya dilakukan di pinggir sungai agar memudahkan saat hendak berlayar.

Simbol dalam Perahu Baganduang

Sebagai bagian dari tradisi Manjopuik Limau, Perahu Baganduang tentu sangat kental dengan simbol-simbol adat. Sebagai salah satu kearifan lokal, simbol dalam Perahu Baganduang ini tentu mengandung nilai budaya, etika, bahkan juga aturan/norma adat masyarakat setempat.

Terdapat gambar kubah yang menunjukkan masuknya ajaran Islam di wilayah Lubuk Jambi. Simbol kubah ini menyiratkan nuansa keagamaan yang kental dalam kehidupan masyarakatnya. Kemudian terdapat juga simbol tanduk kerbau.

Dengan mayoritas masyarakatnya hidup dalam alam peternakan, gambar tanduk menyiratkan proses membajak sawah. Tanduk kerbau tersebut menunjukkan keadilan dan keperkasaan anak negeri Lubuk Jambi. Selain itu terdapat pula simbol ani-ani dan labu-labu.

Salah satu Perahu Baganduang yang beratraksi (Foto: riau.go.id

Simbol lain yang terdapat dalam Perahu Baganduang adalah cerano. Makna dari cerano ini adalah persembahan kepada ninik mamak dan juga sopan santun. Setelah cerano terdapat simbol payung, dimana simbol ini terletak di atas simbol ani-ani.

Payung ini menandakan tempat berlindung dan berteduh. Simbol payung ini juga melambangkan masyarakat yang dinaungi dan dipimpin oleh raja dan empat penghulunya. Perahu Baganduang masih dihiasi oleh beberapa simbol lain, yakni kain warna-warni dan cermin.

Kain warna warni memiliki makna tersendiri dalam tiap warnanya. Kuning melambangkan pemerintahan, hijau daun melambangkan agama/syarak dan terakhir adalah warna hitam yang melambangkan adat. Sementara simbol cermin memiliki makna introspeksi dan pembersihan diri sendiri.

Festival Perahu Baganduang

Sebagai perahu kebesaran/kereta kencana dalam tradisi Manjopuik Limau, Perahu Baganduang dibuat dari sebuah perahu kecil/jalur mini yang dirangkai dengan dua perahu kecil lain. Rangkaian ini kemudian ditegakkan dengan gulang-gulang/tunggul adat, diberi simbol-simbol seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dan dibubuhi janur dan kain panjang.

Perahu Baganduang melambangkan kemegahan, perjuangan, dan bentuk cinta kasih seorang bujang kepada seorang gadis. Pada malam takbiran, para pemuda akan membawa mangkuk berisikan buah jeruk sebagai bekal bersanding dengan gadis impiannya.

 Kemudian pada pagi harinya mereka akan menaiki perahu secara berpasang-pasangan dari tepi sungai Kuantan. Tradisi Perahu Baganduang ini telah berlangsung selama kurang lebih satu abad.

Perayaan Festival Perahu Baganduang pada 2018 (Foto : kuansingterkini.com)

Namun dewasa ini, makna dari Perahu Baganduang sudah bergeser. Seperti yang Sobat GenPi tahu, awalnya digunakan untuk lamaran namun kini digunakan untuk menyambut Hari raya Idul Fitri. Meskipun bergeser, kemeriahan dari Perahu Baganduang masih tetap sama. 

Perahu Baganduang kini digunakan untuk bersilaturahmi dan memeriahkan hari Idul Fitri. Perayaan tentu tidak begitu terikat dengan aturan adat yang berlaku seperti dahulu kala. Kendati demikian, bagian dalam tradisi Manjopuik Limau ini kini menjadi bentuk sukacita dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Dilakukan pada pagi Hari Raya Idul Fitri, Perahu Baganduang ini diikuti oleh beberapa kelompok. Keberangkatan perahu ini ditandai oleh dentuman Cagak/Satenggah (meriam), takbir, tahmid, dan kumandang tasbih.

Semarak Perahu Baganduang ini juga diiringi bunyi-bunyian Rarak Godang (Calempong) dan pantun/petatah-petitih. Festival Perahu Baganduang Ini kerap menggunakan petatah-petitih tersebut dalam bahasa adat disertai dengan simbol-simbol non verbal.

Nilai dalam Perahu Baganduang

Seperti yang Sobat GenPi tahu, banyak sekali makna dalam perayaan Perahu Baganduang. Festival ini juga menyimpan beberapa nilai, seperti nilai religius dan nilai sosial.

Nilai religius dalam Perahu Baganduang terlihat dalam ornamen kubah masjid dengan gambar bulan bintang dan pembacaan takbir. Bagian dari tradisi Manjopuik Limau ini juga dilakukan sebagai simbol penyucian Hari Raya Idul Fitri serta sebagai simbol introspeksi dan penyucian diri.

Tradisi Manjopuik Limau (Sumber IG : sayebudaye)

Nilai sosial yang terkandung dalam Perahu Baganduang terlihat dalam proses pembuatan perahu. Masyarakat yang saling membantu bergotong-royong membuat kafan cukup menunjukkan nilai kesatuan dan kebersamaan. Simbol berkaitan dengan pertanian juga melambangkan keadaan makmur dan sejahtera para petani.

Selain nilai religius dan sosial, Perahu Baganduang tentu mengandung nilai seni. Terlihat dalam keindahan hiasan Perahu Baganduang dan musik tradisional yang mengiringinya. Berbalas pantun juga menunjukkan nilai sastra khas masyarakat Lubuk Jambi.

Gilang-Gemilang Perayaan Perahu Baganduang

Kita saksikan bersama yuk Sobat GenPi, bagaimana semaraknya perayaan festival Perahu Baganduang ini. Perayaan yang dilaksanakan setahun sekali ini dimeriahkan juga dengan kembang api loh, Sobat GenPi.

Perayaan festival Perahu Baganduang ini diikuti oleh setiap kampung dalam Kenegerian Lubuh Jampi. Selain Perahu Baganduang, tradisi Manjopuik Limau ini juga dilengkapi dengan Limau Setanggi dan Rarak Godang.

Seru banget ya Sobat GenPi. Ketika kalian kelak akan melamar atau dilamar pujaan hati, apakah tradisi Manjopuik Limau ini menjadi perayaan yang kalian idamkan ?

Penulis : Richmond Faithful, Universitas Terbuka, Peserta Magang GenPinas 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here