Sumber Foto: Alvy Adiyanto

Apa yang akan kalian pikirkan jika ada sebuah festival perang tomat? Pasti kita berpikir bahwa festival tersebut hanya akan mengahambur-hamburkan tomat dengan saling melemparkannya kepada lawan, atau mungkin menyamakannya dengan La Tomatina sebuah festival perang tomat yang ada di Spanyol, selain itu juga daripada dipake perang mending tomatnya diolah jadi masakan yang lezat. Tapi lain halnya dengan Rempug Tarung Adu Tomat atau biasa disebut Perang Tomat yang berada di Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, tomat yang digunakan adalah tomat yang sudah tidak layak untuk dijual dimana tomat-tomat tersebut sudah membusuk. Tomat busuk yang digunakan sebagai senjata mengartikan bahwa hal tersebut untuk membuang sifat buruk yang ada pada diri manusia.

Awal mulanya diadakan festival perang tomat ini ketika harga tomat yang dijual dipasaran pada beberapa tahun lalu mulai anjlok karena harga penjualan dibawah batas normal membuat para petani mengalami kerguian yang besar. Padahal, pada saat itu sedang melimpah ruahnya hasil panen dan tomat yang dihasilkannya sangat berkualitas. Saat kondisi tersebut warga sekitar hanya bisa membiarkan tomat-tomat yang seharunya dipanen dan dimanfaatkan malah dibiarkan begitu saja hingga membusuk bahkan berjatuhan. Hal tersebut sebagai bentuk perotes para petani karena harga penjualan tomat yang anjlok.

Mas Nanu Muda atau sering dikenal dengan Abah Nanu salah satu pelaku seniman dan sesepuh di Kampung Cikareumbi awalnya sempat ada tantangan untuk mengadakan sebuah festival di kampungnya ketika pelaku seni Sisingaan sedang tampil pada Cihideung Festival (Cifes) 2010 menginginkan sebuah kegiatan yang sama di kampungnya. Setelah melewati perenungan yang panjang untuk mencari inspirasi dan melihat kesedihan para petani yang mengalami kerugian akibat hasil panen buah tomatnya maka tercetuslah sebuah festival Rempug Tarung Adu Tomat atau Perang Tomat ini, hal tersebut dilakukan untuk mengatasi kesedihan para petani dengan kegiatan bersama yang dikemas dalam bentuk kesenian untuk menciptakan kebahagiaan bersama dan menjadi daya tarik dari sebuah potensi yang ada.

Sebelum acara inti dimulai warga melakukan arak-arakan keliling kampung dengan membawa hasil bumi seperti sayur dan buah-buahan yang ditata semenarik mungkin dan diiringan dengan tabuhan-tabuhan alat musik yang menciptakan irama yang dinamis. Setelah selesai arak-arakan, Tembang karawitan mulai mengalun keras, gadis-gadis Kampung Cikareumbi mulai memasuki arena perang untuk melakukan upacara Ngajayak Topeng. Mereka menari sambil membawa nampan dan pelindung kepala yang sama terbuat dari anyaman bambu diatasnya. Lalu para lelaki melakukan tarian kecil perang tomat dengan peralatan lengkap seperti Gladiator. Tembang karawitan pun mulai mengalun keras lagi sebagai tanda perang dimulai. Sontak semua warga yang ada disana langsung melemparkan tomat yang sudah disedaikan kepada siapapun itu.

Sumber Foto: Alvy Adiyanto

Supaya lebih seru lagi, pada perang tomat ini kita juga bisa ikut serta menjadi pasukan perang seperti gladiator dengan menyewa pelengkapan perang yang lengkap seperti penutup kepala, tameng, dan keranjang yang digunakan untuk menyimpan tomat busuk, dan tentunya tomat busuk sebagai senjatanya. Setelah perang selesai semua warga sangat bergembira dengan diadakannya perang tomat ini mereka sama-sama mulai bergotong royong untuk membersihkan tempat dari tomat-tomat yang digunakan untuk berperang lalu dikumpulkan untuk kembali digunakan sebagai pupuk organik.

Ditulis Oleh :Miftahudin Mulfi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Kelompok 10 Internship Generasi Pesona Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here