Rabeg kambing khas Banten, cita rasanya begitu menggoda. Berbahan dasar daging kambing atau jeroan kambing, rasanya begitu gurih. Semakin kaya rasa dengan resep berbagai macam rempah. Seperti lada, kayu manis, biji pala, lengkuas, dan jahe.
Selain bumbu rempah, juga diberi bumbu utama berupa bawang merah, bawang putih, cabai, gula merah, atau kecap manis.
Rabeg kambing khas Banten dilihat sepintas mirip sekali dengan tengkleng. Satu makanan yang hanya bisa kamu temui di Provinsi Banten. Banyak di sajikan di kedai/warung makan di Kota Cilegon dan Kota Serang.
Baca juga:
* Sate Bandeng, Sate Unik dari Ujung Barat Pulau Jawa
Aroma rabeg begitu kuat, seperti makanan khas Timur Tengah. Bagi kamu yang tidak terbiasa dengan aroma daging kambing, bisa diganti dengan daging sapi.
Banyak rumah tangga yang mencampur kedua daging tersebut dalam satu wadah.
Cara Membuat
Resepnya sudah disebutkan di awal artikel. Sekarang kita bahasa cara membuat rabeg.
Pertama-tama daging kambing dipotong berukuran kecil. Lalu direbus agar lemaknya terangkat dari daging. Dan daging pun menjadi empuk. Setelah itu angkat daging dan tiriskan.
Selanjutnya, masukkan daging yang sudah direbus tersebut ke dalam tumisan bumbu rempah yang sudah dihaluskan.
Kamu bisa tuangkan sedikit air kaldu rebusan ke dalam tumisan. Lalu biarkan air rebusan tersebut mengental dan menyatu dengan potongan kecil daging kambing.
Kamu bisa juga menambahkan daun salam dan bunga lawang ke dalam masakan. Selain untuk menghilangkan bau prengus juga untuk menambah sensasi harum masakan.
Sejarah Rabeg
Masakan rabeg ternyata memiliki kisah sejarah yang panjang. Ceritanya tertuang dalam buku Jejak Kuliner Arab di Pulau Jawa. Ditulis oleh Gagas Ulung dan Deerona, dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Pembahasan rabeg ada dalam satu bagian di buku yang diterbitkan tahun 2014 itu.
Diungkapkan bahwa, awal mulanya adalah saat Sultan Maulana Hasanuddin menunaikan ibadah haji ke tanah Arab. Sultan Maulana adalah putra sulung dari Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon.
Sultan Maulana adalah bergelar Pangeran Sabakinking, penguasa Kesultanan Banten yang memerintah tahun 1552 hingga 1570.
Saat itu untuk naik haji harus berlayar dalam waktu lama. Sultan Maulana dan rombongan berlabuh di Kota Rabigh. Sebuah kota pelabuhan di tepi Laut Merah.
Rabigh berasal dari sebuah kota kuno bernama Al Juhfah. Saat ini masuk dalam wilayah Jedah, Provinsi Mekah, Arab Saudi.
Di awal abad ke-17, kota Rabigh (Al Juhfah) hancur karena tsunami. Namun kemudian dingaun kembali dan Al Juhfah menjelma menjadi kota yang sangat indah.
Saat itu, Sultan Maulana Hasanuddin kerap berkeliling kota dan terkagum akan keindahan Rabigh.
Di salah satu sudut kota, Sultan Maulana Hasanuddin sempat mencicipi masakan berbahan dasar olahan daging kambing. Karena rasanya yang enak dan gurih, ia sangat menyukai hingga mengingatnya setelah selesai ibadah haji.
Kembali ke Banten, Sultan Maulana Hasanuddin terus mengingat dengan terkenang akan kota Rabigh. Dan juga terkenang akan kelezatan masakan olahan daging kambing yang sudah ia cicipi.
Ingin mengobati rasanya rindunya tersebut, ia memanggil juru masak istana. Ia meminta untuk dibuatkan masakan seperti yang telah dia cicipi di kota tepi Laut Merah tersebut.
Walaupun ternyata rasanya tidak sama persis, ia tetap menyukai masakan karya juru masaknya. Kuliner ala Rabigh, sejak saat itu, menjadi hidangan wajib di Istana Kesultanan Banten.
Karena berasal dari Rabigh, masakah tersebut dinamai ‘rabigh’.
Baca juga:
* Enaknya Kue Apem Putih, Kuliner Khas Pandeglang
Seiring waktu berjalan, resep rabigh tersebar ke seluruh penjuru Banten. Warga Banten pun suka dengan cita rasanya. Lama kelamanaan masakan favorit Sultan Banten ini berubah nama menjadi ‘rabeg’ hingga saat ini.
Ada yang sudah pernah menyantap Rabeg kambing khas Banten?