Saturday, May 31, 2025

Menyusuri Desa Budaya Dayak Pampang Samarinda

Menginjakkan kaki di Kota Tepian Mahakam, belum lengkap rasanya jika tak singgah ke Desa Budaya Dayak Pampang di Samarinda Utara. Sobat wajib banget buat datang ke destinasi satu ini! Kalimantan Timur dikenal sebagai daerah yang memiliki keragaman alam sekaligus budaya. Kalimantan Timur merupakan rumah bagi masyarakat Suku Dayak Kenyah.

Sobat bisa pergi ke Desa Pampang menggunakan motor, mobil, maupun taksi. Nggak salah tuh, taksi? Begini, orang-orang Samarinda biasanya menyebut angkutan kota itu taksi. Nah, taksi yang betulan biasa disebut taksi argo.

Berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Samarinda, pergi ke Desa Pampang cukup ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit saja, lho! Medan tidak sulit dan sudah tersedia penunjuk jalan. Di pinggir jalan poros Samarinda-Bontang diberikan gapura penanda masuk ke Desa Budaya Dayak Pampang.
Setelah masuk gapura itu, kita perlu berkendara sekitar 5 kilometer. Hati-hati Sobat, jangan sampai mengganggu dan menabrak anjing yang berkeliaran di sana, atau Sobat harus mengganti rugi.

Sampai di halaman, kita akan takjub melihat pesona Lamin Pemung Tawai yang dipenuhi ukiran-ukiran khas Dayak yang sangat eksotis dan sakral. Selain sebagai hiasan, ukiran itu juga berfungsi untuk menjaga dari bahaya-bahaya yang bersifat magis. Lamin digunakan warga sekitar untuk berkumpul, latihan menari, dan melestarikan tradisi. Lamin yang memiliki daya tampung besar memiliki makna bahwa masyarakat Dayak memiliki sifat kekeluargaan yang tinggi dan saling membantu.

Sobat Genpi, awal pembentukan Desa Budaya Dayak Pampang tak terlepas dari proses historis migrasi yang dilakukan oleh Suku Dayak Kenyah yang sebelumnya bermukim di Apo Kayan. Desa Budaya Dayak Pampang diresmikan pada tahun 1991 oleh gubernur Kalimantan Timur saat itu. Desa Pampang berlokasi di dataran rendah yang didominasi rawa-rawa. Mayoritas penduduk Desa Pampang bermata pencaharian sebagai petani, mengurus kebun, dan membuat kerajinan tangan dari manik-manik yang beraneka warna. Ya, kerajinan yang terbuat dari manik-manik berupa baju adat, gelang, kalung, topi, tas, dan lain-lain. Harga yang ditetapkan untuk produk-produk kerajinan ini dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah.

Di Desa Pampang kita masih bisa melihat tradisi Telingaan Aruu, atau memanjangkan telinga pada wanita maupun pria Suku Dayak Kenyah. Masyarakat Dayak percaya bahwa telinga panjang memancarkan kecantikan, menandakan status kebangsawanan, dan untuk melatih kesabaran. Namun, kini orang yang melakukan tradisi memanjangkan telinga ini sudah berkurang.

Oiya Sobat, ada baiknya pergi ke Desa Pampang pada hari Sabtu atau Minggu. Karena, akan ada tari-tarian yang ditampilkan tiap Sabtu dan Minggu sore pukul 14.00-15.00 WITA di Lamin Adat Pemung Tawai. Jangan lupa mengajak anak-anak Desa Adat Pampang untuk bermain dan berfoto. Mereka sangat ramah dan murah senyum kepada para pengunjung. Lelah bermain, mampirlah membeli kerajinan manik-manik khas Suku Dayak Kenyah di dekat Lamin Adat.

Tak hanya masyarakat Dayak, ada pula orang-orang Bugis, Jawa, dan lainnya yang tinggal di Desa Pampang. Mereka hidup berdampingan dan saling membantu. Sungguh, begitu indah keragaman. Sobat Genpi, pasti sudah tak sabar kan berkunjung ke Desa Budaya Dayak Pampang? Pastikan tidak lupa membawa kamera atau ponsel untuk mengabadikan suasana Desa Pampang, kerajinan, dan tarian-tarian yang disuguhkan!

(Ditulis oleh Lena Sutanti, Antropologi Sosial, Universitas Diponegoro, Program Internship Genpinas tahun 2020)

Mbak Jhe
Mbak Jhe
Dosen ilmu komunikasi yang senang traveling. Hobi ngblog, terutama menulis hal-hal yang berkaitan dengan ilmu komunikasi.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Latest Articles