Thursday, February 13, 2025

Mengenal Tari Baluse, Tarian Perang ala Nias

Tari Baluse (Sumber: Sering Jalan)

Pada zaman dahulu kala, sudah bukan rahasia lagi bahwa Indonesia mengalami banyak peperangan, entah antar suku atau pun ke penjajah. Seringkali, masyarakat adat memiliki tradisinya masing-masing sebelum berangkat ke medan perang untuk membangkitkan semangat prajuritnya. Di daerah Nias, terkenal tradisi tari Baluse, yang merupakan tari perang dari Nias, tepatnya Nias Selatan.

Asal-usul

Tari Baluse muncul di kalangan masyarakat adat Nias Selatan pada zaman dahulu kala, sebagai tarian yang bertujuan untuk meningkatkan semangat prajurit yang akan berangkat perang. Tarian ini menggambarkan kegagahan prajurit itu sendiri. Tari Baluse biasanya digunakan ketika akan terjadi perang antar suku di wilayah Nias.

Perang antar suku tersebut seringkali untuk memperebutkan kekuasaan dan wilayah, dimana Laki-laki yang ada di suku tersebut akan dikumpulkan dan dilatih menjadi prajurit, dan dibekali dengan tongkat dan perisai untuk berperang. Nantinya, mereka juga akan dilatih untuk melakukan gerakan perang, seperti cara menangkis, menyerang, dan bertahan.Tarian ini juga muncul bersamaan dengan tradisi lompat batu yang juga sangat terkenal di Indonesia.

Tari Baluse memiliki beberapa nama lain, seperti tari Fataele dan tari Maluaya. Sedangkan kata Baluse sendiri memiliki arti “perisai” yang tariannya pun identik dengan perisai panjang yang hampir menutupi seluruh tubuh. Tarian ini dilakukan oleh sekelompok laki-laki yang dinilai cukup perkasa sebagai simbol kegagahan prajurit perang.

Gerakan

Tari Baluse dilakukan dengan sekelompok pria berjumlah minimal 12 dengan seorang komandan yang akan memberikan aba-aba. Pertama, dibentuk formasi panjang berjajar dengan posisi komandan ada di paling depan dan menghadap ke penari lainnya. Gerakan pertama adalah gerakan kaki maju mundur dan dihentakkan ke tanah dan diiringi dengan gerakan tangan yang mengikuti pola gerakan kaki.

Setelah formasi berjajar, komandan akan memberikan aba-aba untuk membentuk formasi lingkaran dan akan diperagakan bergantian oleh penari. Tahap ini akan dilakukan secara berpasang-pasangan dimana mereka akan bergerak seolah-olah sedang berperang. Gerakan di tahap ini adalah satu orang menyerang dengan tombak, dan seorang lagi menangis dengan perisai (Baluse) dan dilakukan secara bergantian.

Selama tarian dilakukan, komandan akan meneriakan atau menyanyikan kata-kata yang membakar semangat penari. Tarian ini harus dilakukan di tanah lapang. Gerakan dari tarian ini menggambarkan teknik menyerang, menangkis, dan bertahan.

Aksesoris

Penari Baluse dilengkapi dengan beberapa aksesoris, yang pertama adalah Toho/tombak yang memiliki panjang 2 meter dan digunakan sebagai simbol senjata perang. Yang kedua adalah pedang Tologu yang juga merupakan senjata berperang seperti Toho. Yang ketiga adalah mahkota atau topi perang yang menjadi pelengkap penari pria.

Dan tentu saja, terdapat Baluse atau perisai panjang yang hampir menutupi seluruh bagian tubuh yang menjadi simbol perisai untuk menangkis senjata perang seperti Toho dan Tologu. Pilihan aksesoris lainnya adalah pedang atau Gari yang bisa menjadi pilihan senjata perang.

Tari Baluse (Sumber: Goodminds.id)

Baluse Masa Kini

Semenjak mengenal agama, suku di Nias sudah tidak melaksanakan perang lagi dan sudah hidup damai berdampingan. Kini, tari Baluse masih dilakukan untuk upacara penyambutan tamu penting atau dalam upacara hiburan untuk wisatawan.

Penulis: Anggean Reynady, Universitas Brawijaya, Peserta Magang GenPInas 2021

Tomi Nurrohman
Tomi Nurrohman
Kontributor Pariwisata GenPI.Id. Supervisor Program Magang GenPInas. Tinggal di Lampung.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Latest Articles