Sumber Foto (dok. Miles Film via Netflix)

Humba Dreams yang disutradarai Riri Riza telah dirilis pada November 2019. Sejak perilisannya, Humba Dreams didistribusikan terbatas melalui berbagai festival dan komunitas film, seperti Film Festival (Japan Foudation), Kineforum serta menjadi bagian dalam pameran seni ARTJOG 2019. Kini kita tidak perlu khawatir kesulitan menyaksikan Humba Dreams karena film ini bisa kita saksikan melalui netflik sejak 9 Juli lalu. Humba Dreams menjadi film yang wajib disaksikan karena memiliki cerita yang menarik. Hal tersebut telah dibuktikan dalam raihan kemenangnya pada CJ Entertainment Award dalam Asian Project Market (APM) Busan Internasioanal Film Festival saat masih dalam tahap ide cerita tahun 2017.

Film ini menceritakan perjalanan seorang mahasiswa yang telah lama merantau dan kembali pulang kampung ke tanah sumba. Martin adalah seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan perfilman di Jakarta. Ia didesak ibunya untuk pulang kampung karena Nggodu (orang yang dipilih untuk menjaga jenazah sebelum dimakamkan) diberi penglihatan melalui mimpi bertemu dengan Ayah Martin. Nggodu ingin menyampaikan wasiat dari Ayah Martin yang sudah 3 tahun meninggal dan belum kunjung dikuburkan. Wasiat tersebut disimpan dalam sebuah kotak dan hanya boleh dibuka saat Martin berada di tanah Sumba. Ketika kotak tersebut dibuka, Martin menemukan berbagai macam alat perekam film analog dan rol film 16mm. Namun ternyata rol film tersebut tidak dapat diputar dan disaksikan secara digital. Martin hendak pergi ke Jakarta untuk mencari orang yang dapat memutar rol film tersebut. Niat Martin tidak direstui ibunya karena khawatir Martin akan kembali sulit pulang ke Sumba. Perjalanan Martin mengetahui wasiat ayahnya dimulai ketika ia mencari cara untuk memutar rol film 16mm. Perjalanan tersebut membawa Martin kembali melebur beradaptasi dengan Sumba karena kenangan dan cinta.

Lebih jauh dari kisah Martin dan wasiat ayahnya, film berdurasi 75 menit ini melibatkan penonton jatuh pada mimpi mimpi masyarakat Sumba. Perjalanan Martin untuk memutar rol film 16mm tidaklah mudah. Martin terkungkung dalam masalah yang kompleks karena ia pulang ke Sumba dengan berat hati. Ia terbentur diantara masalah tugas kuliah di Jakarta dan wasiat ayahnya di Sumba. Kompleksitas cerita tidak berhenti disitu saja, ketika perjalanan Martin dimulai, ia bertemu dengan Ana. Ana adalah perempuan Sumba yang telah lama tidak mengetahui keberadaan suaminya. Ketertarikan Martin dengan Ana membawa solusi bagi masalah Martin dan Ana menjadi tokoh yang membubuhi cerita menjadi syarat dengan makna.

Penuturan cerita yang lambat dan dialog yang minim tidak mengurungkan ketertarikan penonton untuk hanyut mengenal Sumba lebih dekat. Alunan musik, bahasa daerah, adat, kerajinan tangan dan ciri khas masyarakat Sumba mewarnai setiap scene film ini. Bukan hanya itu, penonoton seperti diberi kesempatan untuk memanjakan mata menikmati keindahan Sumba kemudian memahaminya.

Humba Dreams mengajak penonton untuk lebih dekat dengan Sumba dan merasakan rasanya menjadi masyarakat Sumba yang masih menjaga tradisi turun temurun. Melalui bahasa tubuh, raut wajah, tatapan mata, serta sudut pandang lensa kamera yang apik membuat penonton tenggelam menyelami mimpi mimpi Sumba. Selain itu, mimpi-mimpi Sumba semakin nyata terasa karena pemeran pendukung film ini adalah penduduk asli. Meski kurang lihai dalam berakting namun tidak mengurangi animo penonton untuk menikmati Humba Dreams. Pemeran pendukung orang asli Sumba tersebut memberikan gambaran keunikan tentang Sumba.

Kontributor : Maulani Mulianingsih, Universitas Al Azhar Indonesia Internship Generasi Pesona Indonesia Nasional Kelompok 11 Ekonomi Kreatif

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here