Indonesia kaya akan beragam macam budaya. Hal ini pun tak lepas dari banyaknya suku serta pulau yang membentang dari Sabang hingga Merauke. Hal ini lah yang melahirkan beragam budaya. Di bagian Timur Indonesia terdapat Pulau Sumba di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki tari khas daerah yang sangat cantik. Tari Kataga namanya
Tari Kataga merupakan tari yang memiliki sejarah yang panjang. Awal terbentuk tarian ini karena adanya peperangan yang terjadi antarsuku di Sumba.
Ada perjanjian apabila salah satu pihak menang dalam peperangan, maka sang lawan berhak membawa pulang kepala musuh. Sebagai bentuk tanda kemenangan perang. Yang kemudian kepala musuh tersebut akan digantungkan di Adung Pelataran.
Baca juga:
* 30 Tempat Wisata di Pulau Rote NTT, Tawarkan Pengalaman Seru
Meski pun didasari oleh gerakan peperangan, nyatanya Tarian Kataga juga dibasuh oleh nilai seni. Seperti alat musik yang mengiringi tarian tersebut berupa gong, gemercik lonceng yang berasal dari pakaian sang penari. Hingga suara teriakan dari sang penari sebagai tanda semangat melawan musuh.
Sesuai dengan sejarahnya tari tradisional ini memiliki gerakan yang kokoh dan semangat sebagai bentuk penggambaran dari sejarah peperangan. Gerakan Tari Kataga ini tak luput dari mengayunkan pedang atau perisai, seperti saat sedang melakukan peperangan.
Tari Kataga ini sangat kokoh sehingga yang dipilih sebagai penari adalah laki–laki. Dengan jumlah 8 orang dalam setiap tariannya.
Makna dari gerakan Tari Kataga ini adalah sebagai simbol keberanian pada masa perang.
Pakaian yang digunakan oleh panari biasanya meliputi ikat kepala, pedang, tameng. Baju yang dikenakan berupa kain yang dibiarkan terbuka, kemudian dipadupadankan dengan ikat pinggang hitam sebagi penyempurna dari busana tari kataga.
Baca juga:
* 10 Foto Eksotis Pantai Uinian di NTT
Meski merupakan salah satu tari tradisional tertua, nyatanya tarian ini masih dilestarikan hingga sekarang. Tarian ini masih sering ditampilkan untuk menyambut tamu, acara adat, hingga acara kebudayaan.
(Ditulis oleh Salsabill Fajriani Salim, Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadyah Uhamka.)