Tandok adalah wadah dari rajutan bambu yang umumnya digunakan untuk menampung beras. Namun bagi suku Batak Sumatera Utara, tandok ini bukan sekadar wadah biasa. Terdapat makna dan tradisi yang mengisi tandok ini selain beras atau padi.
Manghutti Tandok atau menjunjung tandok merupakan tradisi suku batak yang kental dengan seni tradisi dan budaya. Tandok sendiri merepresentasikan kehidupan agraris suku Batak. Manghutti Tandok merupakan tradisi membawa hantaran dalam pesta adat yang dilakukan oleh kaum perempuan.
Tradisi Manghutti Tandok sendiri dilakukan sembari berjalan dan menarikan tarian yang disebut manortor. Tak lupa alunan musik Gondang Batak sebagai pengiring prosesi ini. Para Ibu menjunjung Tandok di kepala tanpa memegangnya hingga hantaran dalam Tandok dipindahkan kepada tuan rumah dalam pesta.
Baca juga:
* Jabu Sihol, Kenalkan Budaya Batak ke Dunia
Tradisi Manghutti Tandok disebut juga sebagai Tari Tandok. Tarian ini menggambarkan kegiatan memanen beras wanita suku Batak di ladang menggunakan Tandok. Nilai kekeluargaan masyarakat Batak yang umumnya adalah petani juga tergambarkan dalam Tari Tandok.
Tari Tandok ini biasa dilakukan oleh empat orang penari yang umumnya adalah wanita, namun jumlah tersebut dapat lebih asalkan berjumlah genap. Pakaian yang dikenakan adalah pakaian tradisional Batak yang didominasi warna hitam dan merah.
Dalam Tari Tandok, tentu selain Tandok itu sendiri, terdapat kain sarung dan ulos.Bagi masyarakat Batak, ulos melambangkan sumber kehangatan yang dapat digunakan dalam situasi apapun.
Sebagaimana disebutkan juga, musik Gondang adalah pengiring dalam tarian ini. Gondang Batak merupakan alat musik ansambel yang sistem tangga nadanya memiliki variasi. Variasi tersebut bergantung kepada para pemain Sarune dan Taganing.
Gerakan dalam Tari Tandok umumnya didominasi oleh gerakan tangan. Terdapat bagian dimana para penari membentuk formasi melingkar disekitar Tandok. Gerakan ini menggambarkan suasana mengumpulkan beras di ladang.
Tari Manghutti Tandok ini selain mengandung nilai seni, juga mengandung nilai sejarah. Tradisi ini menggambarkan bahwa telah sejak dahulu masyarakat Batak hidup sebagai bangsa yang agraris yang erat dengan budaya tanam.
Masyarakat Batak juga sangat menjunjung nilai luhur, yakni penghormatan kepada alam sama seperti menghormati para leluhur. Nilai-nilai tersebut terkandung, baik dalam Manghutti Tandok maupun dalam Tandok itu sendiri.
Bagi suku Batak, keberadaan Tandok merupakan unsur penting dalam tradisi dan budayanya.
Ukuran Tandok sendiri bermacam-macam, umumnya yang digunakan oleh kaum Ibu dalam suku Batak berukuran 30 cm. Namun Tandok juga dapat mencapai ukuran 1 bahkan 3 meter, yang umumnya disebut Tandok raksasa.
Tradisi Manghutti Tandok umumnya ditampilkan dalam berbagai upacara adat Batak.
Upacara tersebut seperti Pesta Mangadati, Mangongkal Holi (Menggali tulang belulang leluhur untuk dipindahkan), Upacara adat tu na Monding (Kedukaan ketika ada yang meninggal), Tardidi, bahkan dalam acara ulang tahun atau syukuran.
Seiring berkembangnya zaman, tari Tandok ini kerap ditampilkan dalam beberapa acara, baik nasional maupun internasional.
Namun dalam penampilannya, Tandok sendiri tidak kehilangan maknanya. Gerakan Tor-tor yang mengiringi tradisi Manghutti Tandok ini tetap menggambarkan kehidupan agraris suku Batak.
Sobat GenPi, yuk kita lihat penampilan Tari Tandok ini dalam salah satu acara internasional beberapa waktu lalu. Begitu anggun dan cantiknya tiap gerakan para penari sembari menjunjung Tandok di atas kepala mereka,
Keren ya, Sobat GenPi. Gambaran nilai estetika dan luhur yang dikandung tiap gerakannya sangat terasa.
Bagi perempuan Batak, merupakan suatu kebanggaan apabila dapat mempertunjukkan tarian ini sepenuhnya dengan penuh keseimbangan sehingga Tandok diatas kepalanya tidak terjatuh.
Baca juga:
* Tradisi Lompat Batu Nias Siap Mendunia
Bagaimana menurutmu Tradisi Manghutti Tandok ini? Sudah pernah melihatnya secara langsung?
(Penulis: Richmond Faithful, Universitas Terbuka, Peserta Magang GenPinas 2021)