Daftar Isi
Kampung Adat Pulo – Kabupaten Garut Jawa Barat memiliki keberagaman adat dan budaya yang berwarna. Dengan adanya keberagaman ini hendaknya dilestarikan secara turun menurun dari generasi ke generasi.
Untuk melihat keberagaman yang tersebar Jawa Barat ini, kita dapat melihat langsung kearifan lokal yang berkembang di masyarakat.
Salah satunya dengan mengunjungi beberapa pilihan destinasi wisata kampung adat Jawa Barat.
Saat ini Indonesia sendiri memiliki kampung adat yang kian bertambah banyak. Tentunya dengan berbagai macam keunikan masing-masing yang menjadi daya tarik tersendiri.
Seperti Kampung Adat Pulo di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Baca juga:
* Gunung Papandayan, Gunung Ramah Pemula Segudang Pesona
Lokasi Kampung Adat Pulo
Kampung adat ini terletak di Pulau Panjang, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Tepatnya berada di seberang Situ Cangkuang yang memisahkan antara Kampung Pulo dan Desa Cangkuang.
Desa Cangkuang sendiri dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, diantaranya Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi, dan Gunung Guntur.
Berada sekitar 16 kilometer arah Utara dari Kota Garut, dengan waktu tempuh sekitar 40 menit berkendara. Atau sekitar 56 kilometer dari Kota Bandung, dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam berkendara.
Peta
Keunikan Kampung Adat Pulo
Lalu, apa saja sih keunikan yang menjadikan kampung ini wajib didatangi?
Penasaran kan? Ini dia 10 keunikan Kampung Adat Pulo!
1. Simbol 7 Bangunan Pokok
Kampung Adat Pulo memiliki 7 bangunan pokok. Bangunan pokok ini terdiri dari 6 bangunan rumah dan 1 bangunan mushola.
Adapun jumlah 6 bangunan rumah berjejer saling berhadapan. Masing-masing 3 buah rumah di kiri dan kanan. Dan bangunan mushola berada di pintu depan.
Konon 7 bangunan pokok ini merupakan simbol dari ketujuh anak Eyang Embah Dalem Arief Muhammad. Rumah yang berjumlah 6 simbol dari 6 anak perempuannya. Sedangkan 1 bangunan mushola simbol dari anak laki-laki satu-satunya.
Sosok Eyang Embah Dalem Arif Muhammad menjadi tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di Desa Cangkuang. Pada masa itu, Desa Cangkuang sendiri penduduknya telah menganut agama Hindu.
Eyang Embah Dalem Arif Muhammad sendiri asalnya dari kerajaan Mataram di Jawa Timur. Bersama rombongannya Ia datang untuk menyerang VOC di Batavia.
2. Rakit sebagai Sarana Transportasi
Untuk sampai di Kampung Adat Pulo, para pengunjung harus menaiki transportasi air yakni rakit. Rakit tersebut dibuat dari bambu yang dikayuh oleh satu orang menggunakan bambu panjang.
Rakit ini digunakan untuk menyeberangi Danau Situ Cangkuang. Dimana kedalaman danau diperkirakan sekitar 1,5 meter.
Setelah itu para pengunjung harus sedikit berjalan kaki untuk menemukan gerbang Kampung Adat Pulo.
3. Candi Cangkuang
Candi Cangkuang merupakan kawasan cagar budaya yang merupakan peninggalan Hindu abad ke-8. Candi Cangkuang menjadi Candi Hindu yang pertama dan satu-satunya Candi Hindu di pelataran tanah Sunda.
Awalnya masyarakat setempat memeluk agama Hindu sebelum kedatangan Eyang Embah Dalem Arief Muhammad.
Bangunan Candi Cangkuang berukuran 4,5 x 4 meter persegi dengan tinggi 8,5 meter.
Mengapa namanya Candi Cangkuang? Dinamakan demikian karena lokasinya berada di Desa Cangkuang. Tidak hanya itu, disini juga terdapat Tanaman Cangkuang yang merupakan sejenis Tanaman Talem.
Untuk bisa sampai di Kampung Adat Pulo, para pengunjung harus masuk ke kompleks Candi Cangkuang dengan membayar tiket masuk.
Tarif untuk pengunjung domestik dewasa seharga Rp 5.000 per orang, dan Rp 3.000 per orang untuk anak-anak.
Berbeda untuk pengunjung mancanegara, dikenakan tarif sebesar Rp 12.000 per orang untuk dewasa, dan Rp 5.000 per orang untuk anak-anak.
4. Koleksi Bukti Penyebaran Agama Islam
Di dalam kompleks Candi Cangkuang juga terdapat sebuah bangunan yang di dalamnya berisi koleksi berupa bukti penyebaran agama Islam yang masih tersimpan rapi.
Bangunan ini dijadikan tanda bahwa adanya penyebaran agama Islam di daerah Sunda. Saat ini masyarakat Kampung Adat Pulo sudah beragama Islam.
Bangunan ini menyimpan koleksi berisi bukti-bukti sejarah, seperti kitab kuno, Al-Qur’an hingga naskah kotbah. Kertasnya terbuat dari kulit kayu saeh dan tinta dari arang yang ditulis oleh Eyang Embah Dalem Arief Muhammad ketika menyebarkan agama Islam.
5. Akulturasi Budaya
Salah satu keunikan yang menjadi daya tarik di Kampung Adat Pulo ini adalah adanya akulturasi budaya.
Sebelum Eyang Embah Dalem Arief Muhammad bertandang ke Desa Cangkuang, penduduk sekitar telah memeluk kepercayaan animisme, dinamisme, dan Hindu.
Hingga akhirnya Eyang Embah Dalem Arief Muhammad yang memutuskan tidak kembali ke tempat asalnya di Mataram. Ia memilih menyebarkan agama Islam ke penduduk sekitar.
Akulturasi budaya ini terjadi karena masyarakat setempat yang seluruhnya kini telah memegang agama Islam. Tetapi tetap menjalankan tradisi-tradisi Hindu yang diwariskan secara turun temurun selama berabad-abad. Seperti melaksanakan upacara adat, memandikan benda pusaka, syukuran, dan ritual lainnya.
Masyarakat Kampung Adat Pulo yang menempati daerah Candi Cangkuang memang masih memegang teguh tradisi dan nilai-nilai budaya. Masyarakat menjadikan tradisi dan nilai-nilai budaya tersebut sebagai pedoman hidup.
6. Menerapkan Sistem Kekerabatan Matrilineal
Masyarakat Kampung Adat Pulo menerapkan sistem kekerabatan matrilineal. Sistem ini dimaksudkan sebagai yang penerima waris bukanlah anak laki-laki, melainkan anak perempuan.
Di Kampung Adat Pulo yang berhak menguasai rumah adat setempat adalah wanita dan diwariskan pula kepada anak perempuannya. Sedangkan bagi anak laki-laki yang sudah menikah, ia diharuskan keluar dari kampung tersebut dalam waktu 2 minggu.
Hal tersebut disebabkan karena anak laki-laki satu-satunya dari Eyang Embah Dalem Arif Muhammad meninggal dunia ketika hendak disunat.
7. Tidak Boleh Menabuh Gong Besar
Berdasarkan kisah anak laki-laki satu-satunya Eyang Embah Dalem Arif Muhammad, juga ditetapkan tradisi tidak boleh menabuh gong besar.
Pada saat anak laki-laki tersebut disunat, diadakan sebuah pesta besar-besaran. Acara tersebut dimeriahkan dengan arak-arak sisingaan, dengan musik gamelan menggunakan gong besar yang mengiringinya.
Namun, saat arak-arakan berlangsung ada angin badai. Angin yang kuat mendorong anak tersebut. Menyebabkannya terjatuh dari tandu dan menyebabkannya meninggal dunia.
Agar hal tersebut tidak terulang, maka menabuh gong besar merupakan sebuah larangan terutama oleh keturunan yang tinggal di Kampung Adat Pulo.
8. Tidak Diperkenankan Beternak Binatang Besar Berkaki Empat
Masyarakat kampung tidak diperkenankan beternak hewan besar berkaki empat. Tetapi boleh memakan atau bahkan menyembelihnya.
Alasan tidak diperkenankan beternak hewan besar berkaki empat karena takut hewan tersebut merusak sawah juga kebun masyarakat setempat. Hal ini karena pencaharian utama masyarakat Kampung Adat Pulo dalam mencari nafkah adalah dengan bertani dan berkebun.
Selain itu, daerah setempat juga banyak terdapat makam keramat, sehingga ditakutkan hewan-hewan mengotori makam. Masyarakat kampung boleh beternak asalkan tidak membawa hewan tersebut ke Pulau Panjang atau Kampung Pulo.
9. Aturan Lainnya di Kampung Adat Pulo
Masih ada juga beberapa aturan lainnya yang sampai saat ini masih dilaksanakan demi menjaga adat dan tradisi Kampung Adat Pulo.
Beberapa adat dan tradisi itu diantaranya menetapkan beberapa aturan. Soal atap rumah yaitu atap rumah harus memanjang (jolopong). Juga tidak boleh mengunjungi makam keramat pada hari Rabu dan malam Rabu, tidak boleh menambah bangunan pokok, dan tidak boleh mencari nafkah di luar wilayah desa.
Selain itu juga tidak boleh menambah kepala keluarga. Aturan yang ditetapkan tidak boleh ada lebih dari 6 kepala keluarga sesuai dengan jumlah 6 bangunan rumah yang ada.
Anak lelaki yang sudah menikah diberi batas waktu untuk segera keluar dari lingkungan keenam rumah tersebut. Batas waktunya paling lambat 2 minggu.
Siapa pun bisa menempati rumah tersebut setelahnya. Aturannya tetap sama, jumlah yang menempati harus tetap yaitu 6 kepala keluarga saja.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, apabila masyarakat melanggar salah satu aturan yang sudah ditetapkan maka akan timbul malapetaka bagi masyarakat Kampung Adat Pulo.
10. Suasana Alam dan Udara yang Bersih dan Sejuk
Jika berkunjung kemari, para pengunjung akan mendapatkan suasana alam dan udara yang bersih dan sejuk. Selain karena dikelilingi oleh banyak pohon besar yang rindang, Kampung Adat Pulo juga jauh dari hiruk pikuk kendaraan.
Maka dari itu, disini pengunjung akan menikmati keasrian berwisata di kampung adat Sunda yang satu ini.
Baca juga:
* 8 Keunikan Kampung Adat Cireundeu di Kota Cimahi Jawa Barat
RECOMMENDED!
Dengan berkunjung ke kampung ini, Anda tidak hanya sekadar berekreasi. Tetapi juga dapat belajar mengenal lebih dekat keragaman adat dan budaya Indonesia.
Jadi, setelah mengenal keunikan Kampung Adat Pulo, apakah Anda berminat mengunjunginya?
(Artikel Kampung Adat Pulo ini ditulis oleh Amelia Dwinda Gusanti, Universitas Telkom, Program Magang Genpinas)