Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi yang sudah lama berkembang dalam masyarakat Islam. Dirayakan tiap tanggal 12 Rabiul Awal, Maulid Nabi merupakan bentuk penghormatan kepada teladan Sang Rasulullah. Beragam bentuk perayaan dalam memperingati hari kelahiran Nabi ini kerap digelar di berbagai wilayah di Indonesia.

Grebeg Maulud (Foto: jogya.com)

Salah satu daerah yang merayakan Maulid Nabi ini tentu adalah Daerah Istimewa Yogyakarta.  Keraton Yogyakarta merayakan Maulid Nabi dengan melangsungkan festival Sekaten. Festival ini dimeriahkan oleh pasar malam juga beberapa acara penting selama 40 hari.

Puncak dari festival sekaten ini adalah Grebeg Maulud, dimana akan diarak gunungan besar makanan atau hasil bumi untuk dibagikan ke masyarakat. Grebeg maulud ini mendapat antusiasme yang sangat tinggi dari masyarakat Yogyakarta. Sebelum mengulas lebih lanjut, kita lihat dulu sejarah Grebeg Maulud khas Yogyakarta ini yuk Sobat Genpi.

Sejarah Grebeg Maulud

Sejarah Grebeg Maulud (Gambar: Tirto.id)

Grebeg berasal dari kata gumrebeg yang diartikan sebagai suasana ribut dan riuh saat peristiwa Grebeg Maulud berlangsung. Suasana ramai saat memperebutkan gunungan seakan tergambarkan dalam kata grebeg. Namun selain itu, kata grebeg juga berarti Miyos atau keluarnya sultan untuk memberikan hasil bumi kepada rakyatnya.

Grebeg Maulud mendapatkan pengaruh dari Islam Kejawen, yang merupakan perpaduan antara agama Islam dan budaya Jawa yang berkesinambungan satu sama lain. Ditarik jauh ke belakang, Grebeg maulud ini merupakan kebudayaan yang berasal pada zaman kerajaan Demak. Bermula dari para Walisongo yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.

Grebeg Maulud juga digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dengan tujuan yang sama seperti Walisongo, yakni menyebarkan agama Islam. Pada masa kerajaan Demak, para Walisongo menyisipkan ajaran Islam dalam kebudayaan Jawa agar masyarakat setempat dapat menerimanya. Hal inilah yang disebut sebagai Islam Kejawen.

Islam kejawen sendiri mengukir keunikan budaya masyarakat Yogyakarta dari masa lalu hingga masa kini. Salah satu bentuk keunikan tersebut adalah Grebeg Maulud. Tradisi ini merupakan bagian dari festival Sekaten, tepatnya sebagai puncak acara.

Sebagai puncak acara upacara Sekaten, Grebeg Maulud sangat diramaikan oleh antusiasme masyarakat. Gunungan hasil bumi yang diberikan oleh sultan diperebutkan oleh masyarakat karena dipercaya dapat memberikan keberkahan, kemakmuran, dan ketenangan. Kepercayaan ini menggambarkan betapa kentalnya pengaruh Islam Kejawen dalam  kehidupan masyarakat Yogyakarta.

Suasana perebutan gunungan (Foto: cnnindonesia.com)

Proses Upacara Grebeg Maulud

Dalam Sekaten, rangkaian hingga mencapai Grebeg Maulud dimulai dengan Miyos Gangsa. Kemudian dilanjutkan dengan Numplak Wajik. Dalam prosesi ini, semua pusaka dikeluarkan dan dipersiapkan untuk Grebeg Maulud. Kemudian dilanjutkan dengan Prosesi Bethak dan Pesowanan Garebeg.

Dalam Pesowanan Garebeg nasi yang dimasak saat Prosesi Bethak dibuat bulatan-bulatan kecil. Selanjutnya, nasi tersebut diletakkan dalam pusaka kanjeng kyai Blawong yang berwujud piring besar. Kemudian dilanjutkan dengan gunungan yang berjumlah tujuh buah diarak sebelum akhirnya dibagikan kepada masyarakat.

Grebeg Maulud diawali dengan prajurit keraton dengan pakaian lengkap tak lupa senjata melakukan parade. Rombongan prajurit penunggang kuda kemudian menyusul keluar diakhiri dengan gunungan yang diarak. Gunungan hasil bumi ini kemudian didoakan terlebih dahulu di Masjid Gedhe.

Kemeriahan Upacara Grebeg Maulud (Foto: pesonaindonesia.kompas.com)

Gunungan yang diletakkan di Masjid Gedhe tersebut kemudian dibagikan -atau lebih tepatnya diperebutkan- oleh masyarakat. Tanpa memandang umur kemudian masyarakat akan saling menyerbu pembagian gunungan tersebut karena diyakini akan mendatangkan berkah. Abdi dalem adalah yang bertugas saat pembagian gunungan.

Makna Upacara Grebeg Maulud

Landasan upacara tradisi Grebeg Maulud adalah untuk memperingati hari kelahiran dan teladan peninggalan Nabi Muhammad SAW. Kegiatan mendengarkan riwayat Rasulullah menjadi bagian dalam tradisi Grebeg Maulud ini. Upacara ini juga merupakan wujud syukur dari Keraton atas kemakmuran yang dapat dinikmati.

Hasil Bumi dalam Gunungan di depan Masjid Agung Yogyakarta (Foto: joglojateng.com)

Pembagian gunungan hasil bumi sebagai inti tradisi ini mengandung makna sedekah dari sultan Hamengku Buwono kepada rakyat. Penggambaran kepedulian sang Sultan pada kepentingan rakyatnya secara menyeluruh. Perekonomian yang adil dan sejahtera sebagai prioritas sultan dalam menjalankan kepemimpinan keraton tersirat dalam pembagian gunungan.

Grebeg Maulud ini juga menggambarkan nilai solidaritas dan persatuan bangsa Indonesia. Seluruh elemen masyarakat tanpa memandang suku dan ras dapat mengikuti acara Grebeg Maulud ini. Termasuk Sobat Genpi nanti ketika nanti berkunjung ke Yogyakarta saat perayaan Grebeg Maulud.

Grebeg Maulud mendapatkan dukungan penuh dari keraton juga masyarakat dalam pelaksanaannya. Partisipasi masyarakat serta kelancaran acara berkat koordinasi yang baik menunjukkan banyak makna dalam tiap unsurnya. Suksesnya pelaksanaan Grebeg maulud lahir dari musyawarah dan mufakat serta koordinasi yang baik antar banyak pihak.

Memasuki era Internet of Things (IoT) ini, kemajuan teknologi dapat menggeser berbagai nilai dalam kehidupan manusia. Termasuk nilai sosial dan budaya. Namun ditengah derasnya arus globalisasi. pelaksanaan acara Grebeg Maulud dapat tetap bertahan. Sebagai kebudayaan khas Yogyakarta  tradisi ini teguh bertahan dengan beragam nilai dan makna yang dikandungnya.

Video Youtube : Grebeg Maulud Kraton Yogyakarta 2019

Pada 2020 lalu, guna menghindari penyebaran virus Covid-19 rangkaian acara Sekaten ditiadakan. Akan tetapi, proses pembagian gunungan Grebeg Maulud tetap dijalankan dengan terbatas. Proses ini mengikuti peraturan baru dari pemerintah.

Setelah gunungan didoakan, para abdi dalem membagikan bagiannya kepada masyarakat. Tidak ada lagi grebeg atau ricuh dalam memperebutkan bagian gunungan. Meskipun mengalami perubahan, namun nilai yang tersirat dalam tiap rangkaian acara ini masih sama.

Sobat Genpi, semoga tahun ini kita sudah bisa menyaksikan Grebeg Maulud seperti tahun-tahun sebelumnya ya. Sekiranya dilaksanakan, kira-kira Sobat Genpi bisa memperebutkan dan mendapat bagian dari gunungan ga nih ?

Penulis: Richmond Faithful, Universitas Terbuka, Peserta Magang GenPinas 2021

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here