Sudah tahu belum guys kalau hampir 2 dari 3 pengguna internet di Indonesia pernah mengalami pelanggaran data pribadi atau mengenal orang yang pernah mengalaminya. Dan lebih dari 92 persen responden yang disurvei mengaku mempunyai kebiasaan online yang kurang aman.
Mereka membagikan sandi kepada orang lain, menggunakan sandi yang sama untuk berbagai layanan, dan membuat sandi yang mudah ditebak. Demikian diungkapkan dalam sebuah penelitian tanggung jawab digital terbaru tahun 2021 ini.
Agensi riset pasar YouGov, atas permintaan Google, melakukan penilitian tersebut di bulan September 2021 lalu. Demikian keterangan tertulis dari Google Indonesia yang redaksi genpi.id terima, Rabu (3/11/2021) siang.
Baca juga:
* Asisten Google Berusia 5 tahun! Terus Berinovasi Untuk Membantu
Penelitian ini menyurvei lebih dari 13 ribu responden di 11 pasar Asia untuk mempelajari kebiasaan digital yang kurang aman. Juga untuk membantu meningkatkan perhatian agar lebih berhati-hati menjelang hari belanja tahunan terbesar, 11.11.
Pada periode ini, aktivitas berbelanja online dapat meningkat hingga 20%. Sehingga ada kemungkinan lebih banyak orang yang bisa jadi terkena penipuan.
Risiko Penggunaan Ulang Sandi
Pandemi Covid-19 ini juga berdampak signifikan terhadap ledakan ecommerce. Aktivitas online meningkat pesat.
Rata-rata pengguna internet saat ini memiliki 25 persen lebih banyak sandi daripada sebelumnya. Rata-rata orang saat ini mempunyai sekitar 80 sandi. Ini adalah jumlah yang lumayan banyak untuk diingat.
Penelitian Google, di tengah keadaan ini, mendapati bahwa 79% responden di Indonesia menggunakan sandi yang sama untuk beberapa situs. Dan 2 dari 5 responden mengaku melakukannya untuk hingga 10 situs berbeda.
Di antara kelompok ini, 40% mengakui kalau mereka melakukannya karena kawatir tidak bisa mengingat passwordnya tersebut. Sedangkan 30 persen responden beralasan untuk kemudahan.
Yang menjadi kekawatiran Google adalah, separuh dari responden lokal juga mengaku memakai sandi yang mudah ditebak. Yaitu dengan memadukan hal-hal yang paling gampang diretas. Bisa berupa nama pasangan, tanggal penting, kode pos, hingga nama hewan peliharaan.
Fakta lainnya adalah, hampir 1 dari 4 responden mengaku menyimpan sandinya dalam aplikasi ‘Catatan’ di smartphone-nya. Yang umumnya tidak dienkripsi secara default.
Dari sinilah bsia muncul masalah lain. Para pengguna ulang sandi ini memiliki risiko 2 kali lebih mungkin menjadi korban pencurian data keuangan online.
Risiko Berbagi
Pertanyaannya adalah; Di mana bisa terjadi pelanggaran data ? Jawabannya adalah di mana pun data dibagikan. Dan ada begitu banyak data yang dibagikan pengguna.
Penelitian ini mendapatkan fakta, 3 dari 5 responden membagikan sandi kepada keluarga atau kawan. Khususnya sandi-sandi akun layanan pesan-antar makanan, situs e-commerce, dan platform streaming.
Untuk transaksi online, 3 dari 4 orang mengaku pernah melakukan pembelian di halaman yang tidak ditandai dengan simbol aman. Sehingga memberikan kesempatan empuk kepada penipu untuk mencuri informasi dan melakukan pembelian dengan uang mereka.
Selain itu, 74% responden yang menyimpan informasi keuangan secara online juga membagikan sandi kepada teman dan keluarga. Ini meningkatkan risiko pelanggaran data pribadi, karena sandi mereka digunakan di beberapa gawai.
Semua kebiasaan buruk ini mungkin telah menjadi sebab hampir 2 dari 3 responden di Indonesia pernah mengalami pelanggaran data atau mengenal kawan atau keluarganya yang pernah mengalami pelanggaran data.
Amanda Chan, Product Marketing Manager, Google Indonesia berkata, “Kita tahu dari penelitian sebelumnya bahwa orang yang pernah menjadi korban pelanggaran data memiliki kemungkinan 2x kali lebih besar untuk menjadi korban peretasan. Saat kita mengorbankan keamanan demi kemudahan dengan membagikan sandi kepada orang lain, menggunakan sandi yang sama untuk berbagai layanan, dan membuat sandi yang mudah ditebak, kita membuat informasi pribadi kita – termasuk data pembayaran – sangat tidak aman.”
Harapan untuk Kebiasaan yang Lebih Baik
Di tengah fakta-fakat yang kurang menyenangkan ini, terdapat sebuah harapan dari pernyataan niat para responden untuk menjadi lebih bertanggung jawab secara digital.
Ke depannya, 67% responden mengungkapkan mereka sangat mungkin untuk mulai menggunakan autentikasi 2 langkah. Bahkan jika itu tidak menjadi kewajiban.
4 dari 5 responden juga mengatakan bahwa jika ada kemungkinan data mereka telah dicuri, mereka akan memilih untuk segera mengubah sandi.
Menariknya, 27% dari mereka yang tidak ingin segera mengubah sandi agaknya memutuskan demikian untuk berhati-hati. Karena notifikasi pelanggaran itu sendiri mungkin juga bagian dari penipuan.
Lebih lanjut lagi, 2 dari 3 orang berkata mereka sangat mungkin mulai menggunakan layanan pengelola sandi, walau sekarang baru 5% yang melakukannya.
Dari temuan tersebut, Amanda Chan menambahkan, pengguna internet di Indonesia memiliki keinginan lebih baik untuk menjaga keamanan digital mereka. Ini adalah berita yang menggembirakan.
Menurut Amanda juga, masih ada kesenjangan antara pengetahuan dan tindakan para pengguna. Kunci untuk mengatasi kesenjangan ini adalah tersedianya alat-alat yang dapat membekali mereka dengan keamanan sekaligus kemudahan.
“Itulah alasan kami berfokus untuk menyediakan alat (tools) yang mudah digunakan. Agar para pengguna dapat lebih bertanggung jawab atas keamanan online mereka.” Ujar Amanda.
Baca juga:
* 3 Tips Praktis untuk Keamanan Online dari Google
Google juga sangat menyarankan, lanjut Amanda, untuk memanfaatkan semua alat tersebut semaksimal mungkin.
“Terutama mendekati periode liburan akhir tahun di mana perlindungan terhadap peretasan menjadi makin krusial.” Pungkasnya. (rls)