Sumber Foto : kastara.com

Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta menyimpan aneka tradisi kesenian yang begitu luhur. Salah satu yang terkenal adalah kesenian musik gambang kromong yang bermula dari akulturasi kebudayaan Cina pada masa lampau. Sepintas bila Sobat Genpi lihat, instrumen yang digunakan gambang kromong mirip dengan instrumen musik yang ada pada gamelan Jawa atau degung Sunda. Tetapi, yang menjadi ciri khas gambang kromong adalah penggunaan instrumen seperti gambang, tehyan, kromong, gendang, gong, dan krecek.

Sejarah Gambang Kromong

Jika ditelusuri sejarahnya, asal usul gambang kromong sudah ada sejak abad 17. Kala itu, banyak imigran asal Cina mengadu nasib ke Nusantara untuk tujuan berdagang. Lambat laun, interaksi yang terjalin antara imigran Cina memberikan pengaruh khususnya terhadap kebudayaan yang berakulturasi dengan kebudayaan Nusantara. Diperkenalkanlah alat musik berupa tehyan, kongahyan, dan sukong oleh kapiten Cina bernama Ni Hoe Kong yang membuat masyarakat Betawi begitu tertarik akan alat musik tersebut.

Penamaan gambang kromong juga terbilang unik. Pada mulanya, gambang kromong hanya menggunakan instrumen musik asli Cina seperti tehyan, kongahyan, dan sukong. Tetapi, masyarakat Betawi kemudian berkreasi dengan menambahkan instrumen lain, seperti adanya gambang dan kromong. Gambang merupakan alat musik berbahan kayu yang terdiri dari 18 buah, sedangkan kromong adalah alat musik berbahan dasar perunggu yang terdiri dari 10 buah.

Penggunaan lagu juga masih bercorak Tionghoa seperti Kong Ji Liok, Sip Pat Mo, Poa Si Li Tan, Peh Pan Tau, Cit No Sha, Ma Cun Tay, Cu Te Pan, Cay Cu Teng, Cay Su Siu, Lo Fuk Cen, dan sebagainya. Di samping itu, dari dulu hingga kini, para pemain gambang kromong yang terdiri dari laki-laki dan dinyanyikan oleh perempuan kerap membawakan lagu-lagu yang bersifat humor, gembira, atau sindiran.

Gambang Kromong Masa Kini

Semenjak berkembang dari abad 17 hingga kini, eksistensi dan popularitas gambang kromong mengalami pasang surut. Salah satu penyebab kemunduran kesenian gambang kromong adalah kurangnya minat generasi muda untuk kembali melestarikan gambang kromong. Di samping itu gambang kromong dikenal sebagai kesenian yang hanya digemari oleh orang tua saja.

Walaupun popularitasnya semakin menurun, fakta yang ada, gambang kromong masih mencoba bertahan. Kabar baiknya Sobat Genpi masih bisa menyaksikan dan mencoba langsung memainkan alat musik gambang kromong. Hal tersebut yang terus dilakukan oleh M. Yasin, pendiri Sanggar Si Gebrak yang berfokus terhadap pelestarian gambang kromong di wilayah Kampung Rawa Lele, Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat.

Sanggar Si Gebrak hadir menjawab nasib gambang kromong sebagai kesenian Betawi yang popularitasnya kian meredup. Beranggotakan baik generasi muda seusia sekolah maupun masyarakat sekitar, menurut M. Yasin, sanggar tersebut didirikan sebagai fungsi pelestarian kesenian Betawi dan sebagai ajang mengembangkan kreatifitas khususnya generasi muda yang ada di Kampung Rawa Lele.

“Sanggar Si Gebrak saya dirikan tahun 2014. Niatnya sebagai ajang kreativitas seni bagi remaja dan pemuda di Kampung Rawa Lele,” ucap M. Yasin (41), Pendiri Sanggar Si Gebrak dilansir dari Kastara.com Kamis (8/10/2020).

Semenjak dahulu hingga kini, Kampung Rawa Lele banyak dihuni oleh masyarakat Betawi. Sebagian besar masyarakat sangat peduli terhadap kelestarian kesenian maupun kebudayaan Betawi. Oleh karena itu, M. Yasin berinisiatif untuk mendirikan Sanggar Si Gebrak sekaligus mewadahi kegiatan lain melalui Karang Taruna Rawa Lele pada Januari 2020.

Aktivitas yang dilakukan di dalam Sanggar Si Gebrak tidak hanya berlatih gambang kromong seperti biasa. Sanggar gambang kromong ini ternyata sudah memiliki pengalaman dan prestasi yang patut dibanggakan. Selain berkesempatan untuk rutin tampil dalam pagelaran kesenian Betawi dalam rangka HUT Republik Indonesia maupun HUT DKI Jakarta. Belakangan ini, Sanggar Si Gebrak berhasil meraih Juara Harapan II Lomba Gambang Kromong tingkat Kota Jakarta Barat pada 2019 lalu.

Melalui Sanggar Si Gebrak yang kerap berlatih setiap Minggu pukul 10.00 – 15.00 ini bisa menjadi wadah pelestarian kesenian gambang kromong yang keberadaannya harus tetap dijaga dan diturunkan dari generasi ke generasi, tak terkecuali generasi muda.

“Tujuan saya ingin melestarikan musik gambang kromong supaya bisa diteruskan generasi muda,” ujar M. Yasin dilansir dari Kastara.com Kamis (8/10/2020).

Jadi, tunggu apalagi Sobat Genpi. Kamu bisa berkontribusi dalam melestarikan kesenian dan kebudayaan khususnya kesenian gambang kromong dengan berkunjung langsung di Kampung Rawalele, Kalideres, Jakarta Barat.

Sumber:

https://kastara.id

Ditulis oleh Lukman Hakim, Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Ahmad Dahlan, Program Internship Genpinas tahun 2020.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here