
Bagi masyarakat Semarang dan sekitarnya, mungkin sudah tidak asing lagi dengan Festival Dugderan. Festival ini merupakan salah satu festival ikonik di Semarang menjelang bulan suci Ramadhan.
Dugderan merupakan festival rakyat yang diadakan setahun sekali, lebih tepatnya satu hari menjelang Ramadhan. Festival ini paling dinanti-nanti oleh masyarakat, tidak hanya mereka yang merayakan Ramadhan saja. baik masyarakat muda maupun tua akan berkumpul untuk menyaksikan acara ini.
Sejarah
Tahukah kamu bahwa Dugderan berasal dari suara bedug? Ya benar, ‘dug’ diambil dari suara bedug sedangkan deran memiliki makna suara petasan. Festival Dugderan memang kerap diidentikan dengan suara-suara dari bedug dan petasan yang memeriahkannya.
Tradisi ini telah ada sejak tahun 1882. Pada saat itu, kota Semarang berada di bawah kepemimpinan bupati bernama R. M. Tumenggung Ario Purbaningrat. Dalam menyambut bulan Ramadhan, biasanya beliau selalu memukul bedug serta menyalakan petasan di Masjid Agung Semarang.
Hal itu nyatanya masih lestari hingga saat ini. Meskipun pastinya ada perubahan pada festival yang dilakukan seiring dengan perkembangan zaman. Akan tetapi, makna yang ada di dalamnya dari dulu hingga sekarang masih tersampaikan dengan baik.
Maskot Festival Dugderan
Hal yang menjadi ciri khas dari festival ini adalah adanya Karnaval Warak Ngendog. Warak Ngendog merupakan simbol yang dianggap penting oleh masyarakat Semarang. Oleh karena itulah, Warak Ngendog dijadikan sebagai lambang Semarang yang mencerminkan kekuatan dan persatuan.

Kepala dari Warak Ngendog berbentuk naga yang melambangkan etnis Tionghoa. Lehernya yang panjang melambangkan etnis Arab. Serta badannya yang merupakan bentuk kambing melambangkan etnis Jawa.
Pada saat festival Dugderan berlangsung, Warak Ngendog akan ditampilkan baik dalam bentuk boneka atau replika lain. Warak Ngendog berukuran besar akan digunakan untuk memeriahkan acara pada saat festival ini berlangsung.
Selain untuk memeriahkan acara, hadirnya Warak Ngendog seakan juga mengingatkan masyarakat bahwa perbedaan itu indah. Adanya Warak Ngendog dalam Dugderan makin memperkuat persatuan etnis di Semarang sehingga konflik SARA bisa dihindarkan.
Pelaksanaan Festival
Dugderan diadakan dengan rangkaian karnaval yang dilakukan dengan rute Simpang Lima – Jl. Pahlawan – Taman Menteri Supeno. Pada hari pertama, festival ini akan diikuti oleh ribuan peserta, mulai dari tingkat TK hingga SMP. Tentu saja dalam setiap rombongan pasti akan mengarak Warak Ngendog sebagai maskot.
Lalu di hari kedua biasanya tidak akan kalah semarak. Di hari kedua, karnaval akan dilanjutkan oleh pelajar SMA, mahasiswa, pasukan drumband, hingga organisasi masyarakat. Selain itu, hal lain yang menjadi pusat perhatian warga adalah arak-arakan walikota Semarang dengan kereta kencana.
Setelah sampai di Masjid Kauman, walikota melanjutkan acara dengan menerima suhuf halaqoh oleh alim ulama. Suhuf halaqoh tersebut selanjutnya akan dibacakan oleh walikota di depan warga kota Semarang dan Jawa Tengah
Banyaknya jumlah peserta membuat pemerintah dan masyarakat harus bersinergi untuk menciptakan ketertiban saat melaksanakan Dugderan. Dengan adanya ketertiban dari awal hingga akhir, masyarakat akan merasa lebih aman dalam menyelenggarakan acara ini.
Penulis: Nabila Cahya Pramita, Universitas Diponegoro, Peserta Magang GenPinas Kelompok 3.