Indonesia adalah negara dengan segudang kebudayaan adatnya. Budaya adat tiap daerah di Indonesia memiliki perbedaan sebagai ciri khas daerahnya masing-masing. Beberapa memiliki nama yang berbeda untuk tradisi adat yang hampir mirip pelaksanaannya.

Contoh keberagaman budaya Indonesia terlihat dari banyaknya budaya adat pernikahan. Tiap suku atau bahkan tiap daerah memiliki nama dan tatacara adat untuk melangsungkan pernikahan. Budaya adat pernikahan mengiringi terjalinnya ikatan sakral hidup dan mati dari sepasang pengantin.

DI daerah Lampung, terdapat salah satu tradisi adat bagi pasangan pengantin yang melangsungkan pernikahan. Adat tersebut dikenal dengan Begawi Adat Lampung. Dalam tradisi tersebut dikenal dengan tingginya angka mahar pihak perempuan, kisarannya hingga 400 Juta.

Begawi Cakak Pepadun (Foto: Kabar Sumatera)

Pengertian dan Maksud dari Begawi

Begawi adalah tradisi upacara adat warga Lampung dengan maksud memberikan suatu gelar adat kepada pengantin. Istilah lengkapnya adalah Begawi Cakak Papadun, yang kemudian banyak disebut dengan Begawi saja. Begawi biasa dilaksanakan oleh kelompok masyarakat adat Lampung Papadun.

Secara bahasa, Begawi berarti “membuat gawi” atau suatu pekerjaan. Istilah Papadun diambil dari alat yang digunakan dalam Begawi,yaitu sebuah singgasana terbuat dari kayu sebagai pertanda sebuah status sosial dalam keluarga. Singgasana itu penting dalam upacara adat Begawi, karena di disanalah gelar adat akan diberikan.

Gelar adat tidak semudah itu didapatkan, orang yang ingin mendapatkan gelar tersebut diwajibkan menyembelih kerbau dalam jumlah tertentu dan memberikan mahar pada pihak perempuan sekitar 400 jutaan tergantung permintaan. Begawi Cacak Pepadun ini wajib dilaksanakan oleh masyarakat Lampung Pepadun.

Tujuan Pelaksanaan Begawi

Tujuan utama tradisi Begawi adalah untuk memberikan gelar adat kepada seseorang. Statusnya dalam adat akan naik dengan dilaksanakannya begawi dan mendapatkan gelar Suttan yang merupakan gelar tertinggi. Dalam adat Lampung Pepadun urutan gelar lain dari yang tertinggi adalah Suttan, Pengiran, Rajo, Ratu, dan Batin.

Begawi mengangkat seseorang menjadi penyimbang. Penyimbang adalah kedudukan adat tertinggi (memiliki gelar Suttan) yang dipegang oleh anak laki-laki paling tua dari keturunan tertua. Orang dengan gelar penyimbang memiliki wewenang untuk menentukan suatu keputusan.

Adat Begawi ini juga menegaskan bahwa sistem kekerabatan masyarakat Lampung Pepadun bersifat patrilineal. Mengutamakan garis keturunan dari bapak, maka dari itu yang menjadi seorang penyimbang adalah anak laki-laki paling tua diharapkan mampu mewarisi kepemimpinan bapak dalam sebuah keluarga.

Tahap Pelaksanaan Begawi

Begawi biasanya dilaksanakan dalam waktu 7 hari dan 7 malam. Sepanjang itu diisi dengan kegiatan-kegiatan tertentu yang telah ditentukan oleh tetua adat Lampung Pepadun. Sebelum menuju acara Begawi cakak Pepadun, dilakukan beberapa kegiatan seperti pernikahan pada umumnya.

Dilakukan Ngakuk Muli atau lamaran sebagai langkah awal untuk kemudian dilanjut dengan Pepung Marga atau sidang marga untuk menentukan segala hal terkait pelaksanaan Begawi nanti agar bisa berjalan baik sesuai rencana.

Kemudian pihak perempuan akan dijemput menggunakan Khatow atau kereta kencana dari rumahnya menuju rumah pihak laki-laki. Setelah sampai, mempelai laki-laki berjalan mengelilingi Khatow yang di dalamnya masih ada mempelai perempuan, diiringi dengan lantunan dzikir dan bacaan dari kitab Barzanji.

Setelah itu akan ada Cangget (tari-tarian) dan ritual Turun Diway atau ritual mencuci kedua kaki. Dalam rangkaian tersebut, dilaksanakan juga Merwatin atau musyawarah adat kemudian ada penyerahan uang sidang yang diletakan pada Sigeh atau tempat sirih. Selain adanya musyawarah, diadakan juga pemotongan kerbau untuk kemudian dagingnya menjadi jamuan bagi penyimbang.

Dimulainya Turun Diway ditandai dengan Pemukulan Canang (semacam gamelan khas lampung) oleh Penglaku. Mengian (pengantin laki-laki) dan Majuw (pengantin perempuan) akan mendapatkan gelar Dipatcah Haji. Keduanya menggunakan pakaian seperti raja dan ratu sambil membawa tombak yang digantung Kibuk Ulow Wou (sebuah kendi) dengan diiringi Lebou Kelamou (paman mempelai), Menulung (kakak mempelai), dan Penyimbang.

Selanjutnya, keduanya duduk ditemani dengan keluarga (orang tua, paman, kakak, dan tetua keluarga). Pada saat itu, kedua ibu jari kaki pengantin dipertemukan oleh lebou kelamu, menulung, dan batang pangkal di atas kepala kerbau.

Kemudian dilanjutkan dengan musek. Musek adalah acara yang berisi pemberian makanan (dengan cara disuapi) oleh Batang Pangkal, Lebou Kelamo, dan Menulung, dan Tuwalau Anau (orang tua mempelai). Setelahnya, ada pembagian uang kepada penyimbang, dan Canang kembali ditabuh pertanda Inai Adek atau acara pemberian gelar akan dimulai.

Pemberian gelar kepada kedua mempelai oleh Batang Pangkal, Lebou Kelamo, Menulung, dan para Penyimbang, acara itu juga menjadi akhir dari Turun Diway. Kemudian dalam acara penutup, para Penyimbang dan Orang tua mempelai memberikan pesan dalam bentuk nasihat dan pantun kepada kedua mempelai.

Penulis: Hazmi Fathan Kariema, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Peserta Magang GenPinas 2021

1 COMMENT

  1. assalamualaikum.. izin copy sebagai bahan ajar min.. alhamdulillah artikel sangat membantu dan mendukung dalam pembuatan bahan ajar mapel b.lampung..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here