Daftar Isi
Ritual potong rambut gimbal Dieng rutin digelar dan dikemas dalam event pariwisata yang menarik di Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Selain melestarikan budaya Dieng, acara ruwatan cukur rambut Anak Bajang ini, sekaligus untuk galang dana. Tak jarang permintaan bocah Bajang itu yang sulit dipenuhi orangtuanya.
Bocah Bajang/Anak Bajang adalah sebutan untuk anak Dieng yang memiliki rambut panjang dan gimbal. Anak Bajang berambut gembel di Dieng ini diyakini sebagai titisan Kiai Kaladete atau Nyai Dewi Roro Ronce.
Baca juga:
* Masjid Sultan Mahmud Riayat Syah di Batam, Terbesar di Sumatera
Anak Bajang Berambut Gimbal di Dieng
Dalam gelaran Dieng Culture Festival (DCF) 2019 yang berlangsung tanggal 2-4 Agustus 2019 lalu, Kayang Ayuningtyas Nugroho (5 tahun) menjadi salah satu bocah Bajang yang terpilih untuk mengikuti ritual potong rambut.
Sekilas, Ayang, begitu ia kerap disapa, tampak seperti anak biasanya. Wajahnya lucu, cantik, sesekali ia juga melempar senyuman ke orang di sekitarnya. Termasuk pada sore itu, Sabtu (3/8) atau sehari sebelum pelaksaan ritual pemotonan rambut Bocah Bajang.
Ia mengenakan kaus pink yang merupakan warna kesukaannya. Selaras dengan aksesoris yang ia kenakan. Mulai dari gelang hingga kalung ‘Hello Kitty’. Hanya saja rambutnya yang panjang terlihat gimbal.
Kundangan
“Bu, Tumbas bu,” pinta Ayang untuk dibelikan es krim oleh Ibunya.
Putri dari pasangan Kuat Adi Nugroho (38) dan Sugiarsih (38) asal Wonosobo ini memang sudah akrab dengan makanan dingin itu. Hal itu juga yang menjadi salah satu “Kudangan” (permintaan) Ayang sebagai syarat sebelum diruwat melepas Bajangnya di perhelatan DCF 2019.
Rambut Gimbal Dieng, Titisan Leluhur
Dalam mitologi Dieng, Anak Bajang atau anak berambut gimbel adalah titisannya para leluhur Dieng Plateau.
Anak lelaki Bajang, diyakini sebagai pertanda titisan Kiai Kaladete. Yaitu, Penguasa Dataran Tinggi Dieng yang bersemayam di Telaga Balaikambang di dekat komplek Candi Arjuna.
Adapun rambut gembel pada anak putri dinilai sebagai titisan Nyai Dewi Roro Ronce, abdi penguasa Pantai Selatan Nyai Roro Kidul.
Di kediaman Mbah Sumanto, pemangku adat di Dieng Kulon, Sugiarsih bercerita dirinya sempat panik kala Ayang berumur satu tahun. Ayang tiba-tiba sakit, suhu tubuhnya meninggi. Berbagai usaha untuk berobat sudah dilakukan, namun hasilnya nihil.
Saat Sugiarsih bersama suami memutuskan membawa Ayang ke salah satu dukun di Dieng Kulon, Ayang dikatakan akan keluar gembel dalam waktu dekat.
Gembel Ayang ternyata keturunan dari sang Ibu. “Dulunya saya gembel juga. Tapi dulu belum ada acara festival seperti ini, jadi diruwat sendiri. Dulu saya mintanya boneka payung, selendang, dan baju,” kenang Sugiarsih yang dalam kehidupan sehari-harinya berprofesi sebagai perias.
Ritual Potong Rambut
Keesokan harinya, pemilik nama Kayang Ayuningtyas yang memiliki arti Cantik dari langit bersama 11 orang teman gembelnya sudah siap berpakaian putih dibalut kain batik berwarna ungu sebagai bawahan. Tak lupa ikat kepala putih juga disematkan.
Ritual ini dipandu oleh Mbah Sumanto. Setelah diarak menggunakan kereta kuda, Ritual Jamasan dilewati Ayang bersama temannya sebelum akhirnya prosesi pemotongan rambut di Candi Arjuna dilakukan.
Ayang mendapat giliran nomor tiga untuk dipotong rambutnya, setelah Sakura Al Zahwa Agustin yang meminta “kudangan” berupa uang tunai Rp 4 Juta.
Berikutnya, ada Laela Nur Afifah yang meminta bakso, sepeda berwarna oranye, dan handphone. Setelahnya giliran Ayang.
Prosesi pencukuran rambut anak-anak gembel begitu sakral. Suara gending Jawa dan suluk bertautan dengan lafal ‘mantra’ sebagai awal prosesi.
Doa
Beberapa doa dipanjatkan, seperti ‘ya marani nira maya’ yang berarti dijauhkan siapapun yang akan berbuat jahat.
‘Ya silapa palasia’ dengan maksud orang yang menyebabkan kelaparan justru memberikan makannya.
Juga ‘jamiroda doramiya’ dengan arti mereka yang suka memaksa justru memberikan kebebasan.
Setelah rambut gimbal dicukur dan dilarungkan ke telaga, Ayang akhirnya memperoleh es krim coklat yang ia minta. Bukan hanya satu, melainkan satu termos untuk ia bawa pulang ke rumah.
“Setelah (rambut) dipotong, Ayang mengalami perubahan. Semoga Ayang bisa menjadi anak-anak seperti pada umumnya,” harap Sugiarsih.
Baca juga:
* Idul Adha di Tanjungpinang, Ini Tradisi yang Bisa Kamu Ikuti
Keberadaan bocah Bajang di Dieng memberikan gambaran bahwa dalam diri manusia yang serba kekurangan, lemah dan cacat bertahtalah Yang Maha Sempurna. Serta dalam usahanya mengharmonisasikan antara sifat yang serba kurang, lemah dan cacat di satu sisi dan sifat yang serba sempurna di sisi yang lain.
Manusia membutuhkan perjuangan panjang, sepanjang umur manusia itu sendiri. Seperti Anak Bajang Dieng nggiring angin dan menjaga dinginya negeri di atas yang selalu dirindukan.